Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian hipnoterapi adalah penyembuhan gangguan jiwa dengan membawa penderita ke suatu keadaan trans agar penderita mengeluarkan isi hatinya (dalam keadaan sadar ia tidak bersedia menceritakannya).
Hipnoterapi merupakan sebuah teknik pengobatan yang menggunakan alam bawah sadar manusia yang secara umum berkaitan dengan aktivitas kerja otak manusia untuk menyembuhkan penyakit yang dialami manusia baik fisik maupun psikis dan memusatkan prosesnya pada klien itu sendiri.
Berikut definisi dan pengertian hipnoterapi dari beberapa sumber buku:
- Menurut Wulandari (2016), hipnoterapi adalah sebuah metode untuk mengubah perilaku melalui sugesti dan tanpa alat dan melibatkan teori-teori psikologi ke dalam terapi tersebut.
- Menurut Sugiarso (2013), hipnoterapi adalah salah satu jenis terapi pikiran yang menggunakan teknik hipnosis untuk menyembuhkan penyakit psikis maupun fisik yang berkaitan dengan aktivitas kerja otak manusia.
- Menurut Setiawan (2009), hipnoterapi adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik terapi pikiran menggunakan hipnotis.
- Menurut Batbual (2010), hipnoterapi adalah salah satu jenis hipnosis sebagai sarana penyembuhan gangguan psikologis maupun fisik (psikomatis).
- Menurut Gunawan (2015), hipnoterapi adalah segala sesuatu yang terkait dengan kekuatan penggunaan sugesti, di mana sugesti tersebut dapat menghasilkan efek terapeutik (penyembuhan) bagi konseli.
- Menurut Marthaningtyas (2012), hipnoterapi adalah suatu aktivitas terapeutik yang diberikan pada saat seseorang berada pada kondisi hipnosis. Terapi yang digunakan berupa sugesti melalui seni komunikasi yang khas, dan ditujukan kepada bawah sadar dengan tujuan untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku menjadi lebih baik.
Tujuan dan Manfaat Hipnoterapi
Hipnoterapi adalah ilmu untuk mengeksplorasi pikiran, maka segala masalah yang berkaitan dengan pikiran dan perasaan biasa dibantu dengan hipnoterapi. Hipnoterapi juga bisa berperan dalam bidang kecantikan, kedokteran, kebidanan, kesehatan tubuh dan pikiran, masalah anak dan remaja, pengembangan diri, masalah seksual, bahkan untuk sekedar hiburan dan reklesi mental.
Menurut Masdudi (2017), hipnoterapi merupakan teknik hipnosis yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan, meningkatkan kemampuan diri, meningkatkan motivasi, dan meningkatkan pertumbuhan pribadi dan juga spiritual. Hipnoterapi telah digunakan sejak perang Dunia ke II sebagai salah satu teknik pengobatan kepada korban perang untuk mengurangi rasa sakit, dan pengalaman traumatic. Selain itu hipnoterapi juga bermanfaat untuk mengubah fungsi nyeri dan kenyamanan, mengatasi rasa sakit, dan juga trauma akibat kecelakaan fisik.
Secara teknis tujuan hipnoterapi adalah untuk membantu individu memodifikasi pengalaman dengan memanfaatkan fenomena hipnosis, misalnya regresi (akses yang lebih luas pada memori masa kecil), distorsi waktu, gerakan spontan (misalnya, perilaku ideomotor seperti jari atau mengangkat lengan), perubahan-perubahan dalam sensasi tubuh (perilaku ideosensori), mengembangkan dan mengendalikan pengalaman disosiatif.
Hipnoterapi adalah aplikasi hipnosis dalam menyembuhkan gangguan mental dan meringankan gangguan fisik. Dalam praktik di lapangan hipnosis telah terbukti secara medis bisa mengatasi berbagai macam gangguan psikologis maupun fisik, misalnya menghilangkan kebiasaan buruk merokok, menghilangkan phobia. Hipnoterapi juga cara tercepat dan termudah untuk mengubah pikiran, perasaan, perilaku, kebiasaan dan kepribadian seseorang. Dari segi medis hipnoterapi bisa digunakan untuk anastesi, cabut gigi, khitan, menjahit luka dan operasi besar atau kecil.
Cara Kerja Hipnoterapi
Menurut Sugiarso (2013), mekanisme kerja hipnoterapi sangat terkait dengan aktivitas otak manusia. Aktivitas ini sangat beragam pada setiap kondisi yang diindikasikan melalui gelombang otak yang dapat diukur menggunakan alat bantu EEG (Electroenchepalograph). Dalam kondisi hipnosis, pikiran bawah sadar manusia dapat diakses karena diri seseorang lebih fokus secara internal dengan gelombang otak yang lebih rendah. Kondisi ini dicapai saat klien berada dalam kondisi lebih rileks.
Menurut Setiawan (2009), hipnoterapi secara fisiologis, bekerja melalui sistem gelombang otak. Pada sesi-sesi hipnoterapi, seperti induksi dan deepening, pasien akan dibimbing terapis dari pikiran sadar ke pikiran bawah sadar. Pada kondisi seperti ini akan memasuki kondisi hipnosis yang lebih dalam, sehingga gelombang otak yang semula berada pada gelombang beta akan berubah pelan-pelan menuju gelombang alpha. Otak dalam kondisi alpha akan memproduksi hormon seretonin dan endorfin yang menyebabkan seseorang merasakan rasa nyaman, tenang, bahagia sehingga stess menjadi menurun.
Berikut penjabaran pola gelombang otak manusia berdasarkan pengukuran EEG:
- Beta (frekuensi 12-25 Hz). Beta adalah gelombang otak yang frekuensinya paling tinggi. Beta dihasilkan oleh proses berfikir secara sadar. Beta terbagi menjadi tiga bagian, yaitu beta rendah 12-15 Hz, beta 16-20 Hz, dan beta tinggi 21- 40 Hz. Dominan pada saat dalam kondisi terjaga dan menjalani aktivitas sehari-hari yang menuntut logika atau analisis tinggi, misalnya mengerjakan soal matematika, berdebat, olahraga, dan memikirkan hal-hal yang rumit. Gelombang beta memungkinkan seseorang memikirkan sampai 9 objek secara bersamaan.
- Alpha (frekuensi 8-12 Hz). Alfa adalah jenis gelombang yang frekuensinya sedikit lebih lambat dibandingkan beta, yaitu 8-12 Hz. Alfa berhubungan dengan kondisi pikiran yang rileks dan santai. Dalam kondisi alfa, pikiran dapat melihat gambaran mental secara sangat jelas dan dapat merasakan sensasi dengan lima indra dari apa yang terjadi atau dilihat dalam pikiran. Alfa adalah pintu gerbang bawah sadar. Dominan pada saat tubuh dan pikiran rileks dan tetap waspada. Misalnya, ketika sedang membaca, berdoa, dan ketika fokus pada suatu objek. Gelombang alpha berfungsi sebagai penghubung pikiran sadar dan bawah sadar. Alpha juga menandakan bahwa seseorang dalam kondisi light trance atau kondisi hipnosis yang ringan.
- Theta (frekuensi 4-8 Hz). Theta adalah gelombang otak, pada kisaran frekuensi 4-8 Hz, yang dihasilkan oleh pikiran bawah sadar (subconscious mind). Frekuensi ini menandakan aktivitas pikiran bawah sadar. Theta muncul saat kita bermimpi dan saat terjadi REM (rapid eye movement). Pikiran bawah sadar menyimpan memori jangka panjang kita dan juga merupakan gudang inspirasi kreatif. Dominan saat dalam kondisi hipnosis, meditasi dalam, hampir tidur, atau tidur disertai mimpi.
- Delta (0,1-4Hz). Delta adalah gelombang otak yang paling lambat, pada kisaranya frekuensi 0,1-4 Hz, dan merupakan frekuensi dari pikiran unconscious mind. Pada saat kita tidur lelap, otak hanya menghasilkan gelombang delta agar kita dapat istirahat dan memulihkan kondisi fisik. Delta juga memberikan kebijakan dengan level kesadaran psikis yang sangat dalam.
Teknik-teknik Hipnoterapi
Menurut Gunawan (2015), terdapat beberapa teknik yang secara umum dapat digunakan dalam hipnoterapi. Teknik-teknik ini bisa digunakan secara terpisah atau digabung satu sama lain sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan klien. Adapun beberapa teknik hipnoterapi adalah sebagai berikut:
- Ideomotor response. Ini adalah cara untuk mendapat jawaban “ya”, “tidak”, “atau tidak tahu” dari klien dengan cara menggerakkan salah satu jari tangan. Teori dibalik teknik ini adalah bahhwa orang cenderung memberikan jawaban yang jujur, sesuai dengan jawaban pikiran bawah sadar, melalui respon gerakan fisik (ideomotor response) dari pada dalam bentuk verbal atau ucapan.
- Hipnotic regresion. Teknik regresi adalah teknik yang membawa klien mundur ke masa lampau untuk mencari tahu penyebab suatu masalah. Teknik ini biasanya menggunakan affect bright (jembatan perasaan) atau feeling conection.
- Systematic desensitization. Sesuai dengan namanya, teknik ini bertujuan untuk mengurangi sensitivitas klien terhadap masalahnya.
- Implosive desensitization. Teknik ini digunakan apabila klien mengalami abreaction. Yakni, situasi dalam kedamaian untuk menenangkan dirinya. Tujuannya adalah menurunkn tingkat intensitas emosi secara bertahap. Teknik ini juga disebut circle therapy.
- Desensitization by object projection. Teknik ini meminta klien membayangkan emosi, rasa sakit, atau masalahnyakeluar dari tubuh klien dan mengambil suatu bentuk yang mewakili masalahnya itu. Teknik ini hanya bagus pada klien yang visual, untuk yang auditori dan kinestetik digunakan proyeksi dalam bentuk suara atau perasaan.
- The informed child technique. Sama halnya dengan implosive desensitization, namun kali ini terapis mensugesti bahwa klien kembali ke masa lampaunya dengan membawa serta semua pengetahuan, pengalaman, kebijaksanaan dan pengetahuan yang dimiliki saat dewasa sekarang.
- Gestalt therapy. Ini adalah teknik terapi yang dilakukan dengan permainan peran atau role play. Dalam teknik ini, klien diminta memainkan peran secara bergantian, baik sebagai dirinya sendiri maupun sebagai orang lain yang menjadi penyebab trauma atau luka batin.
- Rewriting history. Bagian pertama dari teknik ini dilakukan dengan the informed child technique, bagian lanjutannya dilakukan dengan menggunakan gestalt therapy yang memungkinkan klien untuk menyampaikan apa yang ingin ia katakan pada orang yang menyebabkan luka batin.
- Open screen imagery. Teknik ini menggunakan layar bioskop.
- Positive progammed imagery. Teknik ini dapat digunakan sebelum klien dibangunkan dari kondisi trans. Teknik ini hanya efektif bila dilakukan setelah teknik-teknik lainnya digunakan terlebih dahulu. Teknik ini bisa digunakan bersamaan dengan post hypnotic suggestion dan verbalizing.
- Verbalizing. Dalam teknik ini klien diminta untuk berbicara atau mengucapkan pemahaman baru atau apa yang menurutnya harus dilakukan. Apabila klien yang mengucapkannya, efeknya akan menjadi sangat kuat dari pada bila hal yang sama diucapkan oleh terapis.
- Direcct sugestion. Sugesti yang bersifat langsung diberikan berdasarkan apa yang diucapkan oleh klien (verbalizing).
- Indirect guided imagery (Ericksonian Metaphors). Karena teknik ini menggunakan metafora, terapis perlu membuat script atau cerita yang telah disiapkan sebelumnya. Cerita yang disampaikan sepenuhnya tergantung pada terapis. Namun, penyimpulan makna cerita itu dilakukan klien.
- Inner guide. Yang dimaksud inner guide bisa berupa penasehat spiritual, malikat, mentor, orang atau bagian dari diri klien yang bijaksana. Dalam klien ini, klien dibantu oleh inner guide untuk menyelesaikan masalahnya.
- Part therapy. Teknik ini digunakan untuk membantu klien menyelesaikan inner conflict atau konflik yang timbul dari pertentangan antara “bagian-bagian” dari diri klien.
- Dream therapy. Terapi ini menggunakan mimpi sebagai simbol yang dikomunikasikan oleh pikiran bawah sadar. Mimpi yang digunakan untuk analisis dan terapi adalah mimpi yang terjadi selama kurang lebih sepertiga waktu tidur menjelang bangun.
Proses dan Tahapan Hipnoterapi
Hipnoterapi sebagai teknik dalam memberikan treatment untuk seseorang atau kelompok guna mencapai hasil yang diinginkan, maka harus melalui tahapan-tahapan dalam praktik yang benar. Menurut Gunawan (2015), tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam proses hipnoterapi adalah sebagai berikut:
a. Pre Induction
Penggunaan interview dilakukan bertujuan untuk menjalin keakraban antara hipnoterapis dengan klien, bahkan dengan pre induction, trustkonseli atau klien terhadap hipnoterapis juga akan bertambah kuat. Di samping itu, interview juga sangat berguna bagi hipnoterapis di dalam memahami masalah dan tujuan yang hendak dicapai oleh konseli.
b. Induction
Induksi adalah bimbingan yang dilakukan oleh hipnoterapis agar konseli sampai kepada kondisi hipnotis atau trance. Prinsipnya, tidak ada paksaan dalam proses induksi, konseli harus rela dan menerima arahan atau bimbingan yang diberikan oleh hipnoterapis.
c. Deepening
Deepening adalah kelanjutan dari induksi. Induksi hanya sebatas menghantarkan konseli kepada kondisi trance, sedangkan deepening adalah proses memperdalam keadaan tersebut. Ada tiga level kedalaman hipnosis; light trance, medium trance, dan deep trance. Semakian dalam kondisi trance, maka semakin kuat pula penerimaan konseli terhadap sugesti-sugesti yang hipnoterapis berikan.
d. Suggestion Therapy
Bisa dibilang bahwa sugesti adalah inti dari proses hipnoterapi. Dalam tahapan ini, hipnoterapis diharuskan memberikan sugesti-sugesti positif sesuai dengan keinginan dan cita-cita konseli. Dalam sesi sugesti ini hipnoterapis bisa dengan leluasa memberikan sugesti dan motivasi.
e. Termination
Terminasi adalah tahapan membangunkan konseli setelah diberikan sugesti dan motivasi. Terminasi harus dilakukan dengan lembut dan sabar, tidak boleh buru-buru agar kondisi psikis konseli tidak kaget dan bisa sadar seperti semula dengan rileks.
f. Post Hypnotic Suggestion
Sugesti terakhir ini adalah kesimpulan sugesti yang telah dilakukan. Mengingat perannya sangat signifikan, maka hipnoterapis diharapkan memiliki pengetahuan kejiwaan agar bisa memberikan sugesti akhir yang baik dan berkesan.
Daftar Pustaka
- Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
- Wulandari, Ayu. 2016. Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Penurunan Frekuensi Merokok Pada Remaja. Makasar: Universitas Negeri Makasar.
- Sugiarso. 2013. Pengaruh Hipnoterapi terhadap Peningkatan Harga Diri pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Instalasi Hemodialisa RS Prof.Dr. Margono Soekarjo. Purwokerto: UMP.
- Setiawan, T. 2009. Hipnotis dan Hipnoterapi. Yogyakarta: Garasi.
- Batbual, Bringiwatty. 2010. Hypnosis Hypnobrithing Nyeri Persalinan dan Berbagai Metode Penanganannya. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
- Gunawan, I.D. 2015. Basic Hypnotherapy: Certified Hipnotist (CH) Student Manual. Jakarta: The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH).
- Marthaningtyas, S.S. 2012. Pengaruh Hipnoterapi terhadap Penurunan Tingkat Stres
- pada Penderita Gastritis Psikosomatis. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
- Masdudi. 2017. Implementasi Layanan Bimbingan Konseling Islami Melalui Teknik Hipnoterapi dalam Membentuk Karakter Siswa. Jurnal Edueksos, Vol.VI, No.2.