Identitas sosial (social identity) adalah keterkaitan, keterlibatan, peduli dan rasa bangga yang bersumber dari pengetahuan seseorang tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial sehingga timbul rasa kebersamaan, signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut yang membedakan dengan kelompok lainnya.
Identitas sosial merupakan bagian dari konsep diri individu yang berasal dari pengetahuannya selama berada dalam kelompok sosial tertentu dengan disertai internalisasi nilai-nilai, emosi, partisipasi, rasa peduli dan bangga sebagai anggota kelompok tersebut. Identitas sosial seseorang terbentuk melalui proses sosial sehingga membedakannya dengan orang lain dilihat dari ciri-ciri sosial seperti kebiasaan berpakaian, gaya bahasa, kebiasaan mengisi waktu luang, komunitas yang dibentuk, kebiasaan berbelanja dan sebagainya.
Identitas sosial seseorang ditentukan oleh kelompok dimana ia tergabung. Orang yang termotivasi untuk bergabung dengan kelompok yang paling menarik dan atau memberikan keuntungan bagi kelompok dimana ia tergabung di dalamnya. Seseorang akan berjuang untuk mendapatkan atau mempertahankan identitas sosial yang positif dan ketika identitas sosial dipandang tidak memuaskan, mereka akan bergabung dengan kelompok dimana mereka merasa lebih nyaman dan menyenangkan.
Berikut definisi dan pengertian social identity atau identitas sosial dari beberapa sumber buku:
- Menurut Hogg dan Abram (1990), identitas sosial adalah rasa keterkaitan, peduli, bangga dapat berasal dari pengetahuan seseorang dalam berbagai kategori keanggotaan sosial dengan anggota yang lain, bahkan tanpa perlu memiliki hubungan personal yang dekat, mengetahui atau memiliki berbagai minat.
- Menurut Tajfel (1982), identitas sosial adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut. Identitas sosial berkaitan dengan keterlibatan, rasa peduli, dan juga rasa bangga dari keanggotaan dalam suatu kelompok tertentu.
- Menurut Barker (2004), identitas sosial adalah persamaan dan perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa yang kamu miliki secara bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakanmu dengan orang lain.
Fungsi dan Karakteristik Identitas Sosial
Fungsi identitas sosial seseorang atau sekelompok orang adalah, untuk membantu menemukan jati diri dan rasa percaya diri yang lebih tinggi, efisien, efektif. Pada dasarnya setiap individu ingin dan selalu berlomba memiliki identitas yang positif di mata kelompoknya dalam rangka mendapatkan pengakuan (recognition) dari pihak yang lain (the others) sehingga nantinya mereka akan mendapatkan suatu persamaan sosial (sosial equality).
Identitas sosial juga membantu seseorang untuk mengenali dirinya dari mana ia berasal melalui cara berpikir dan bertindak. Hal ini kemudian membentuk seseorang menjadi agen sosial, artinya menandakan bahwa seseorang tidak sendirian, tetapi memiliki dukungan dan solidaritas dari pihak lain dalam kelompoknya sendiri. Identitas sosial sangat penting dalam performance dan produktivitas kelompok, yang pada akhirnya menghasilkan persamaan dengan anggota lain. Selain itu, salah satu fungsi mendasar dari identitas sosial adalah setiap anggota kelompok sosial tersebut akan lebih mudah diajak bekerja sama. Dengan demikian, maka pada akhirnya, akan ada konformitas terhadap perilaku dan sikap kelompok dalam kelompok itu sendiri.
Identitas sosial selalu melibatkan dua kriteria, yaitu; perbandingan baik antara orang-orang ataupun hal-hal yang berhubungan dengan kesamaan dan perbedaan. Menurut Jenkins (2008), sifat atau karakteristik identitas sosial adalah sebagai berikut:
- Identitas individual dan kolektif berkembang secara sistematis, dan berkembang atas keterlibatan satu sama lain.
- Identitas individu dan kolektif merupakan produk interaksional eksternal yang diidentifikasikan oleh orang lain sebagai identifikasi internal.
- Proses terjadinya identitas dihasilkan baik dalam wacana-narasi, retorika dan representasi dan dalam materi, sering kali bersifat sangat praktis, yang merupakan konsekuensi dari penetapan identitas.
Dimensi Identitas Sosial
Menurut Baron (2005), terdapat empat dimensi atau aspek yang mengkonseptualisasikan identitas sosial, yaitu sebagai berikut:
a. Persepsi dalam konteks antar kelompok
Dengan mengidentifikasikan diri pada sebuah kelompok, maka status dan gengsi yang dimiliki oleh kelompok tersebut akan mempengaruhi persepsi setiap individu di dalamnya. Persepsi tersebut kemudian menuntut individu untuk memberikan penilaian, baik terhadap kelompoknya maupun kelompok yang lain.
b. Daya tarik in-group
Secara umum, in-group dapat diartikan sebagai suatu kelompok dimana seseorang mempunyai perasaan memiliki dan common identity (identitas umum). Sedangkan out-group adalah suatu kelompok yang dipersepsikan jelas berbeda dengan in-group. Adanya perasaan in-group sering menimbulkan in-group bias, yaitu kecenderungan untuk menganggap baik kelompoknya sendiri. In-group bias merupakan refleksi perasaan tidak suka pada out-group dan perasaan suka pada in-group. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena loyalitas terhadap kelompok yang dimilikinya yang pada umumnya disertai devaluasi kelompok lain.
c. Keyakinan saling terkait
Identitas Sosial merupakan keseluruhan aspek konsep diri seseorang yang berasal dari kelompok sosial mereka atau kategori keanggotaan bersama secara emosional dan hasil evaluasi yang bermakna. Artinya, seseorang memiliki kelekatan emosional terhadap kelompok sosialnya. Kelekatan itu sendiri muncul setelah menyadari keberadaannya sebagai anggota suatu kelompok tertentu. Orang memakai identitas sosialnya sebagai sumber dari kebanggaan diri dan harga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitas kelompok yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri. Apabila terjadi sesuatu yang mengancam harga diri maka kelekatan terhadap kelompok akan meningkat dan perasaan tidak suka terhadap kelompok lain juga meningkat.
d. Depersonalisasi
Ketika individu dalam kelompok merasa menjadi bagian dalam sebuah kelompok maka individu tersebut akan cenderung mengurangi nilai-nilai yang ada dalam dirinya sesuai dengan nilai yang ada dalam kelompoknya tersebut. Namun, hal ini juga dapat disebabkan oleh perasaan takut tidak dianggap dalam kelompoknya karena telah mengabaikan nilai ataupun kekhasan yang ada dalam kelompok tersebut.
Komponen Identitas Sosial
Menurut Tajfel (1982), identitas sosial terdiri dari tiga komponen utama, yaitu; komponen kognitif (kategorisasi diri), komponen evaluatif (group self esteem), dan komponen emosional (komponen afektif). Adapun penjelasan dari masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Komponen Kongnitif (cognitive component)
Kesadaran kognitif akan keanggotaannya dalam kelompok, seperti self categorization. Individu mengkategorisasikan dirinya dengan kelompok tertentu yang akan menentukan kecenderungan mereka untuk berperilaku sesuai dengan keanggotaan kelompoknya. Komponen ini juga berhubungan dengan self stereotyping yang menghasilkan identitas pada diri individu dan anggota kelompok lain yang satu kelompok dengannya. Self stereotyping dapat memunculkan perilaku kelompok.
2. Komponen Evaluatif (evaluative component)
Merupakan nilai positif atau negatif yang dimiliki oleh individu terhadap keanggotaannya dalam kelompok, seperti group self esteem (harga diri atau kebanggaan kelompok). Komponen Evaluatif (evaluative component) ini menekankan pada nilai-nilai yang dimiliki individu terhadap keanggotaan kelompoknya.
3. Komponen Emosional (emotional component)
Merupakan perasaan keterlibatan emosional terhadap kelompok, seperti komitmen afektif. Komponen Emosional ini lebih menekankan pada seberapa besar perasaan emosional yang dimiliki individu terhadap kelompoknya. Komitmen afektif cenderung lebih kuat dalam kelompok yang dievaluasi secara positif karena kelompok lebih berkontribusi terhadap identitas sosial yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa identitas individu sebagai anggota kelompok sangat penting dalam menunjukkan keterlibatan emosionalnya yang kuat terhadap kelompoknya walaupun kelompoknya diberikan karakteristik negatif.
Motivasi Melakukan Identitas Sosial
Menurut Hogg dan Vaughan (2011), terdapat tiga motivasi yang melatar-belakangi pembentukan identitas sosial pada seseorang, yaitu sebagai berikut:
1. Self-enhancement dan positive distinctiveness
Positive distinctiveness mencakup keyakinan bahwa kelompok kita lebih baik dibandingkan kelompok mereka. Kelompok dan anggota yang berada di dalamnya akan berusaha untuk mempertahankan positive distinctiveness tersebut karena hal itu menyangkut dengan martabat, status, dan kelekatan dengan kelompoknya. Positive distinctiveness sering kali dimotivasi oleh harga diri anggota kelompok. Ini berarti bahwa harga diri yang rendah akan mendorong terjadinya identifikasi kelompok dan perilaku antar kelompok. Dengan adanya identifikasi kelompok, harga diri pun akan mengalami peningkatan. Self-enhancement tak dapat disangkal juga terlibat dalam proses identitas sosial. Karena motif individu untuk melakukan social identity adalah untuk memberikan aspek positif bagi dirinya, misalnya meningkatkan harga dirinya, yang berhubungan dengan self enhancement.
2. Uncertainty Reduction
Motif ini secara langsung berhubungan dengan kategorisasi sosial. Individu berusaha mengurangi ketidakpastian subjektif mengenai dunia sosial dan posisi mereka dalam dunia sosial. Individu suka untuk mengetahui siapa mereka dan bagaimana seharusnya mereka berperilaku. Selain mengetahui dirinya, mereka juga tertarik untuk mengetahui siapa orang lain dan bagaimana seharusnya orang lain tersebut berperilaku. Kategorisasi sosial dapat menghasilkan uncertainty reduction karena memberikan group prototype yang menggambarkan bagaimana orang (termasuk dirinya) akan/dan seharusnya berperilaku dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam uncertainty reduction, anggota kelompok terkadang langsung menyetujui status keanggotaan mereka karena menentang status kelompok berarti meningkatkan ketidakpastian self-conceptualnya. Individu yang memiliki ketidakpastian self-conceptual akan termotivasi untuk mengurangi ketidakpastian dengan cara mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang statusnya tinggi atau rendah. Kelompok yang telah memiliki kepastian self-conceptual akan dimotivasi oleh self-enhancement untuk mengidentifikasi dirinya lebih baik terhadap kelompoknya.
3. Optimal Distinctiveness
Individu berusaha menyeimbangkan dua motif yang saling berkonflik (sebagai anggota kelompok atau sebagai individu) dalam meraih optimal distinctiveness. Individu berusaha untuk menyeimbangkan kebutuhan mempertahankan perasaan individualitas dengan kebutuhan menjadi bagian dalam kelompok yang akan menghasilkan definisi dirinya sebagai anggota kelompok.
Daftar Pustaka
- Abrams, D., & Hogg, M. 1990. Social Identity Theory: Constructive Andcritical Advances. New York: Springer-Verlag.
- Tajfel, Henry. 1982. The Social Identity Theory of Inter-Group Behavior. Chigago: Nelson-Hall.
- Barker, Chris. 2004. Cultural Studies, Teori & Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
- Baron, A. Byrne. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
- Jenkins, Richard. 2008. Social Identity. United Kingdom: Routledge.
- Baron, R.A., dan Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
- Hogg & Vaughan. 2011. Social Psychology. London: Prentice Hall.