Job Crafting - Pengertian, Aspek, Jenis, dan Faktor yang Mempengaruhi

Job crafting adalah suatu proses perubahan perilaku yang dilakukan oleh karyawan untuk menyesuaikan karakteristik pekerjaan, baik secara fisik atau kognitif sesuai dengan preferensi, keahlian, dan kebutuhan karyawan itu sendiri sehingga pekerjaan yang dilakukan menjadi lebih berarti.

Job Crafting (Pengertian, Aspek, Jenis dan Faktor yang Mempengaruhi)

Job crafting merupakan perilaku karyawan dalam menyeimbangkan antara tuntutan pekerjaan dengan preferensi, keahlian dan kebutuhan dalam menghasilkan perubahan jumlah tugas dan cara pandang beban kerja. Ketika seorang karyawan berhasil menciptakan lingkungan kerja yang ditandai dengan sumber daya pekerjaan dan tuntutan pekerjaan yang menantang, maka work engagement dan kepuasan kerja mereka dapat meningkat.

Job crafting dapat diartikan sebagai suatu keahlian karyawan yang mampu mendesain ulang pekerjaan mereka atas inisiatif sendiri, dengan atau tanpa keterlibatan manajemen, sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan terasa lebih mudah dan nyaman karena ada keseimbangan antara tuntutan dan sumber daya pekerjaan dengan kemampuan pribadi ataupun kebutuhan karyawan.

Berikut definisi dan pengertian job crafting dari beberapa sumber buku: 

  • Menurut Tims, Bakker, dan Derks (2012), job crafting adalah perubahan perilaku karyawan dengan tujuan menyelaraskan antara tuntutan pekerjaan dan sumber daya pekerjaan dengan preferensi, keahlian dan kebutuhan mereka. 
  • Menurut Kirkendall (2013), job crafting adalah cara dimana individu mengubah aspek-aspek dan persepsi dari pekerjaan untuk menyesuaikan karakteristik pekerjaan dan kebutuhan karyawan itu sendiri. 
  • Menurut Wrzesniewski dan Dutton (2001), job crafting adalah suatu proses yang dilakukan oleh karyawan dalam mendefinisikan ulang dan merumuskan kembali pekerjaan mereka (secara fisik atau kognitif) sesuai nilai yang diyakini masing-masing, sehingga pekerjaan mereka terasa berarti. 
  • Menurut Slemp dan Brodrick (2014), job crafting adalah cara dimana karyawan memiliki peran aktif di dalam pekerjaan dengan melakukan perubahan baik secara fisik maupun kognitif.

Aspek-aspek Job Crafting 

Menurut Tims, Bakker, dan Derks (2012), job crafting memiliki beberapa dimensi atau aspek-aspek tindakan, yang ditandai dengan beberapa indikator yaitu sebagai berikut:

  1. Meningkatkan sumber daya pekerjaan (Increasing structural job resources). Untuk meningkatkan kinerja baik pada karyawan dan tingkat organisasi, karyawan dapat berusaha untuk meningkatkan sumber daya struktural tersebut sebagai menuntut beragam sumber daya mereka, lebih banyak otonomi, tanggungjawab dan meningkatkan keterampilan kerja dari pimpinan mereka untuk mencapai pengembangan diri dan mencari peluang yang lebih untuk pertumbuhan dan kemajuan mereka.
  2. Mengurangi tuntutan dalam pekerjaan (Decreasing hindering job demands). Karyawan dapat mengurangi jumlah tugas dengan menghapus beberapa tugas yang mereka rasakan dapat membuat tidak nyaman baik secara fisik maupun psikologis atau mereka mungkin secara sadar menghindari keterlibatan yang membuat keseluruhan pekerjaan mereka berlebihan. Hindari bekerja selama berjam-jam, dan mengambil keputusan yang rumit atau mengabaikan orang yang dapat mempengaruhi secara emosional. 
  3. Meningkatkan relasi sosial (Increasing social job resources). Untuk kepentingan peningkatan kinerja, karyawan dapat mencari bimbingan, pendapat atau saran dari atasan, bawahan dan rekan kerja. Dengan demikian, seorang karyawan mampu membangun dukungan sosial yang diinginkan di lingkungan kerja yang bisa mempengaruhi kinerja mereka. 
  4. Meningkatnya kemampuan pekerjaan dalam hal yang menantang (Increasing challenging job demands). Untuk dapat mempertahankan minat dan menghindari kebosanan dalam pekerjaan, seorang karyawan dapat mencoba memperluas ruang lingkup pekerjaan mereka atau menyatukan tugas pekerjaan untuk membuatnya lebih menantang. Mengambil tanggung jawab ekstra dan menunjukkan minat dalam pengembangan pekerjaan baru dan penugasan adalah beberapa prakarsa job crafting oleh para karyawan.

Jenis-jenis Job Crafting 

Menurut Berg, Dutton, dan Wrzesniewski (2013), job crafting dapat dibagi dalam tiga jenis atau kategori, yaitu sebagai berikut:

a. Tugas (Task Crafting) 

Task crafting adalah pengubahan beberapa tanggung jawab atau kewajiban yang ditentukan dalam deskripsi pekerjaan awal. Perubahan tersebut seperti menambah atau mengurangi tugas, mengubah sifat tugas, mengubah waktu dan tenaga yang dibutuhkan, serta menambah perhatian pada tugas lain yang memungkinkan untuk dilakukan. Tugas yang dilakukan karyawan akan semakin bermakna dan meningkatkan motivasi serta performa apabila melibatkan berbagai keterampilan (task variety), mengetahui bagian-bagian yang membentuk pekerjaan (task identity), dan berguna bagi orang lain (task significance).

Task crafting dapat dilakukan melalui beberapa tindakan, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Adding Tasks. Melakukan tugas lain yang dapat mendukung tugas utamanya. Sebagai contoh: Seorang guru yang menyukai video akan melakukan proses mengajar dengan alat bantu video. Meskipun bukan suatu keharusan, ia membuat atau mencari video yang dapat membantu proses mengajarnya. 
  2. Emphasizing Tasks. Sedikit memiliki kesamaan dalam melakukan tugas lain untuk mendukung tugas utama. Akan tetapi, tindakan ini cenderung memperdalam apa yang telah dilakukan, sehingga manfaat yang dihasilkan lebih banyak. Sebagai contoh: Seorang kasir memberikan sedikit penjelasan kepada konsumen tentang perawatan terhadap barang yang baru saja dibeli. Kasir yang sebenarnya hanya bertugas untuk melayani pembayaran barang, memberikan penjelasan agar konsumen dapat memanfaatkan barang secara maksimal. 
  3. Redesigning Tasks. Ketika penambahan dan perluasan tugas dianggap susah untuk dilakukan, karyawan dapat mendesain ulang pekerjaan mereka. Sebagai contoh: Seorang supervisi penjualan melibatkan anak buahnya dalam menyusun strategi promosi. Sebenarnya tugas tersebut hanya perlu dilakukan oleh seorang supervisi, dan nantinya dilakukan oleh anak buahnya. Akan tetapi ia melibatkan anak buah agar memberi pembelajaran dan pengalaman bagi anak buahnya dalam menyusun strategi promosi.

b. Relasi (Relational Crafting) 

Relational crafting adalah pengubahan tentang bagaimana, kapan, dan pada siapa saja karyawan dapat berinteraksi dengan orang lain dalam melakukan pekerjaannya. interaksi positif antar karyawan dapat membentuk rasa saling percaya, pandangan positif, dan vitalitas. Beberapa hal tersebut dapat mendukung kemampuan adaptasi karyawan pada pekerjaan dan karier, meningkatkan komitmen dan sikap kerja, fungsi fisiologis yang lebih baik, dan pemulihan rasa sakit dari suatu penderitaan yang dialami.

Beberapa bentuk relational crafting antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Building Relationships. Dalam melakukan pekerjaan, karyawan dapat menjalin hubungan dengan orang lain yang memungkinkan untuk menumbuhkan rasa kebermaknaan. Sebagai contoh: Seorang satpam suatu sekolah menjalin relasi dengan orang tua murid yang ditemui saat menjemput anaknya pulang. Bagi satpam, relasi ini meningkatkan kepuasan dan memunculkan adanya apresiasi dari orang tua murid. 
  2. Reframing Relationships. Relasi yang sudah terbentuk antar karyawan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan lain yang membuat pekerjaan lebih bermakna, tidak hanya hubungan sebatas untuk menyelesaikan pekerjaan. Sebagai contoh, seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap kinerja anak buahnya, menjalin hubungan tidak hanya sebatas memberi perintah dan mengevaluasi. Dengan demikian, manajer dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh anak buah dalam menjalankan pekerjaannya. 
  3. Adapting Relationships. Seorang karyawan dapat memaksimalkan hubungan yang sudah terbentuk sejak awal agar pekerjaan semakin memiliki makna. Adapting relationship cenderung dilakukan dengan meningkatkan kualitas hubungan agar memberi dampak positif bagi orang lain. Sebagai contoh: Seorang karyawan menawarkan bantuan yang bisa ia lakukan pada rekan kerja yang membutuhkan. Harapannya, ke depannya akan terbentuk hubungan yang dapat saling bermanfaat satu sama lain.

c. Kognitif (Cognitive Crafting) 

Cognitive crafting adalah bagaimana persepsi atau bagaimana karyawan memandang pekerjaannya, terkait tugas maupun segala hubungan yang membentuk pekerjaan tersebut. Dalam proses dalam mengubah persepsi tentang pekerjaan, karyawan tidak perlu menambah bentuk tugas maupun relasi dengan orang lain. Hal ini hanya melibatkan faktor kognitif atau mental karyawan secara subjektif dalam memandang bentuk tugas maupun hubungan-hubungan yang ada dalam pekerjaannya. Dengan memikirkan kembali pekerjaan dan makna di balik pekerjaan tersebut(secara individu, tim, organisasi, atau masyarakat), seorang karyawan dapat merasakan kebermaknaan yang lebih besar.

Beberapa bentuk tindakan yang mencerminkan cognitive crafting antara lain adalah sebagai berikut: 

  1. Expanding Perception. Karyawan dapat mengubah persepsi mereka terhadap pekerjaan secara lebih luas, tidak hanya sebatas untuk dirinya sendiri dan kelompok, namun bagi lingkungan secara keseluruhan. Sebagai contoh: Seorang petugas kebersihan melakukan pekerjaan memang untuk mencari uang demi kesejahteraan hidupnya. Akan tetapi, ia menganggap pekerjaannya tersebut juga akan membawa dampak bagi kebersihan lingkungan dan menjauhkan bencana alam demi kenyamanan kehidupan semua orang. 
  2. Focusing Perception. Karyawan yang memandang pekerjaan secara luas terkadang justru memunculkan pemikiran bahwa pekerjaan mereka kurang memiliki makna. Keadaan ini dapat diatasi dengan memfokuskan persepsi kepada bagian-bagian dari pekerjaan yang dianggap bermakna dan mengesampingkan bagian yang dianggap tidak bermakna. Sebagai contoh: Seseorang karyawan ketika diminta untuk mengerjakan pekerjaan yang bukan tanggung-jawabnya menganggap bahwa kepatuhan pada atasan akan memberikan citra positif. Selain itu, ia juga bisa berfikir bahwa hanya dirinya yang dianggap paling berkompeten untuk melakukan tugas tersebut. 
  3. Linking Perception. Di samping kedua cara di atas, karyawan juga bisa membangun hubungan mental (emosi) dari apa yang sudah ada (seperti misalnya, relasi). Sebagai contoh: Seorang penjaga toko yang memiliki passion sebagai komedian, menjalin relasi dengan konsumen menggunakan unsur komedi untuk meningkatkan hubungan baik dan sehingga sama-sama memiliki persepsi baik pula terhadap tokonya.

Faktor yang Mempengaruhi Job Crafting 

Menurut menurut Wrzesniewski dan Dutton (2001), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi job crafting seorang karyawan, yaitu sebagai berikut: 

  1. Kebutuhan kontrol pribadi. Kebutuhan ini sebagai hal yang mendasar untuk memegang kendali dalam beberapa aspek pekerjaan. Karyawan terlibat dalam job crafting untuk mengontrol pekerjaannya. Hal ini berguna untuk mempertahankan minat dalam pekerjaan dan motivasi di tempat kerja. 
  2. Citra diri yang positif. Karyawan termotivasi untuk membuat citra diri yang positif ketika bekerja. Hal ini untuk meningkatkan self image yang positif dalam melakukan aktivitas kerja. Selain itu, karyawan termotivasi untuk melindungi dan meningkatkan citra-diri dengan membentuk pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. 
  3. Kebutuhan interaksi sosial. Kebutuhan mendasar yang dimiliki karyawan adalah berinteraksi dengan orang lain. Hal ini berfungsi untuk membuat identitas kerja yang lebih positif sehingga meningkatkan makna kerja. Selain itu, dapat meningkatkan pekerjaan yang sesuai agar bermanfaat bagi perusahaan.

Selain itu, menurut Volman (2011), terdapat beberapa faktor lain yang juga dianggap dapat berpengaruh terhadap job crafting pada karyawan, yaitu sebagai berikut: 

  1. Financial Orientation (Orientasi pada keuangan). Individu yang mengutamakan financial orientation melihat pekerjaan berdasarkan reward. Individu akan fokus pada pekerjaan yang memiliki reward yang tinggi, sehingga individu lebih membatasi tugas-tugas dalam pekerjaan. Ketika reward tidak diperoleh menyebabkan ketidakpuasan dalam diri individu. 
  2. Career Orientation (Orientasi pada karir). Individu yang memiliki career orientation mengutamakan pada kemajuan karir. Individu memenuhi kebutuhan akan status dan prestasinya dengan cara memperluas interaksi sosial dalam organisasi. Berbeda dengan individu yang memiliki financial orientation, individu ini tidak hanya menginginkan imbalan berupa uang namun menginginkan pengembangan diri dalam pekerjaan sehingga memperoleh status sosial yang lebih tinggi. 
  3. Calling Orientation (Orientasi kepada Tuhan). Individu dengan calling orientation fokus pada kenikmatan dan pemenuhan dalam pekerjaan. Pada konteks agama individu melakukan pekerjaan untuk memenuhi kewajiban kepada Tuhan. Individu percaya bahwa Tuhan tidak terpisahkan dalam kehidupan pribadinya, sehingga individu lebih semangat dan berkualitas dalam melakukan pekerjaan.

Daftar Pustaka

  • Tims, M., Bakker, A.B., & Derks, D. 2012. Development and Validation of The Job Crafting Scale. Journal of Vocational Behavior.
  • Kirkendall, C.D. 2013. Job crafting: The Pursuit of Happiness at Work. Wright State University.
  • Wrzesniewski, A., & Dutton, J.E. 2001. Crafting a Job; Revisioning Employee Asactive Crafters of Their Work. Academy of Management Review.
  • Slemp, G.R., & Brodrick, D.A.V. 2014. Optimising Employee Mental Health: The Relationship Between Intrinsic Need Satisfaction, Job Crafting, and Employee Well-Being. Journal Happiness Stud.
  • Volman, M. 2011. Putting the Context Back in Job Crafting Research: Causes of job Crafting Behavior. Master’s thesis human resources studies at Tilburg University.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama