Narsistik atau narsisme adalah gangguan kepribadian yang memandang diri sangat spesial, superior, unik dan lebih hebat dari orang lain, yang biasanya suka membandingkan diri sendiri dengan orang lain serta memiliki sifat egois. Seseorang dengan gangguan narsistik biasanya selalu menginginkan perhatian, pengakuan dan pemujaan dari orang lain, rendahnya sifat empati dan cenderung bersifat sombong dan arogan.
Secara epistimologi narsistik berasal dari kata Narcissistic. Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh Sigmund Freud dengan mengambil dari tokoh dalam mitologi Yunani, yaitu Narkissos atau Narcissus, yang dikutuk sehingga mencintai bayangannya sendiri di kolam. Narcissus sangat terpengaruh oleh rasa cinta akan dirinya sendiri dan tanpa sengaja menjulurkan tangannya hingga tenggelam dan akhirnya tumbuh bunga yang sampai sekarang disebut bunga narsis.
Narsistik merupakan suatu gambaran individu yang cenderung suka meminta pengaguman, pujian dan pemujaan diri tentang kebutuhan akan keunikan, kelebihan, kesuksesan, kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain, serta meminta perhatian yang lebih dari orang lain sebagai bentuk penilaian atas dirinya.
Berikut definisi dan pengertian narsistik dari beberapa sumber buku:
- Menurut Kristanto (2012), narsistik adalah gambaran orang yang mencintai dirinya sendiri. Dalam batas tertentu, kecintaan pada diri sendiri bisa dianggap normal, tetapi bila berlebihan dan bersifat mengganggu orang lain ataupun diri sendiri maka dianggap penyimpangan atau gangguan kepribadian.
- Menurut Davison (2006), narsistik adalah orang dengan gangguan kepribadian yang memiliki pandangan berlebihan tentang keunikan dan kemampuan mereka; mereka fokus pada berbagai fantasi kesuksesan besar. Mereka menginginkan perhatian dan pemujaan berlebihan yang hampir tanpa henti dan percaya bahwa mereka hanya dapat dipahami oleh orang-orang khusus atau memiliki status tinggi.
- Menurut Menurut Gardner dan Pierce (2011), narsistik adalah sifat sombong seseorang yang senang membandingkan dirinya dengan orang lain, memiliki sifat egois, dan menganggap bahwa dirinya lebih hebat dan lebih istimewa dari orang lain. Seseorang yang memiliki sifat narsisme memiliki ciri-ciri yaitu selalu menginginkan pengakuan dari orang lain, rendahnya sifat empati, membutuhkan rasa kagum dari orang lain secara berlebihan, dan cenderung memiliki sifat arogan dan sombong.
- Menurut Kartono (2002), narsistik adalah cinta ekstrim, paham yang mengharapkan diri sendiri sangat superior dan amal penting, ada extreme self importancy menganggap diri sendiri sebagai yang paling pandai, paling hebat, paling berkuasa, paling bagus dan segalanya.
- Menurut Santrock (2012), narsistik adalah pendekatan terhadap orang lain yang berpusat pada diri sendiri (self-contered) dan memikirkan diri sendiri (self-concerned). Pelaku narsisme sangat berpusat pada dirinya, selalu menekankan bahwa dirinya sempurna, serta memandang keinginan dan harapannya adalah hal terpenting.
Aspek-aspek Narsistik
Menurut Handayani (2016), dimensi atau aspek-aspek narsistik adalah sebagai berikut:
- Otoritas. Pandangan yang berlebihan terhadap diri sendiri terkait dengan otoritas atau wewenang atas jabatan yang dimilikinya. Individu yang memiliki tingkat otoritas atau wewenang yang tinggi, akan menganggap bahwa dirinya lebih baik daripada individu yang tidak memiliki otorisasi atau wewenang di perusahaan atau organisasi tempat individu tersebut bekerja.
- Self-sufficiency. Merupakan kemampuan dari dalam diri seseorang secara umum pada indikator ini ditandai dengan anggapan percaya dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan kemampuannya sendiri.
- Superioritas. Pandangan berlebihan terhadap diri sendiri terkait dengan kompetensi. Kompetensi diri, bakat, kemampuan, dan keunikan akan membuat seseorang merasa bahwa dirinya merupakan seorang yang hebat dan spesial.
- Eksibisionisme. Kecenderungan untuk menarik perhatian orang lain terhadap diri sendiri, terkait dengan kemampuan yang dimiliki, sifat atau kebiasaan, karakteristik, dan bakat yang dimiliki oleh seseorang.
- Eksploitasi. Motivasi untuk memanipulasi dan mendayagunakan orang lain untuk kepuasan diri sendiri. Seorang yang memiliki sifat narsisme akan senang untuk mendayagunakan dan memanipulasi orang lain, hal ini dikarenakan narsistik percaya dirinya dapat memahami orang lain dan membuat orang lain percaya dan suka kepadanya.
- Kesombongan. Kekaguman yang berlebihan dalam memandang diri sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain. Seorang yang memiliki sifat narsisme akan senang melihat penampilan dan karakteristik yang ada didirinya. Narsistik akan selalu melihat dirinya merupakan sosok yang sempurna, dan menganggap orang lain lebih rendah atau tidak sebanding dengan dirinya.
- Hak. Kepercayaan bahwa orang lain berhutang rasa hormat dan kekaguman. Seseorang yang memiliki sifat narsisme sangat membutuhkan keadaan di mana orang lain memuji dirinya, mengagumi dirinya, dan menghormati dirinya. Kebutuhan ini yang membuat seorang narsistik menjadi bersikap arogan, ketika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi.
- Kepemimpinan/Otoritas. Dimensi ini terkait dengan perasaan bahwa narsistik merupakan seorang yang memiliki bakat sebagai pemimpin, dan seorang yang sukses. Dimensi ini juga terkait dengan keyakinan narsistik bahwa dirinya merupakan seorang yang dihormati, dan diakui oleh orang lain, terkait dengan wewenang dan otorisasi yang dimiliki oleh narsistik.
- Penerimaan Diri/Kekaguman Diri. Dimensi ini terkait dengan perasaan suka dan kagum narsistik, tentang sosok dirinya yang dianggap sebagai seseorang yang ideal, dan sempurna.
- Superioritas/Arogansi. Dimensi ini terkait dengan sifat sombong narsistik terkait dengan kemampuan, bakat dan keunggulan yang dimiliki oleh narsistik, dan menganggap bahwa orang lain tidak lebih baik dari dirinya.
Ciri-ciri Narsistik
Menurut Maria (2001), seseorang dengan kepribadian narsistik memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu sebagai berikut:
- Seseorang dengan kecenderungan narsistik sangat sensitif terhadap kritik atau kegagalan walaupun mereka tidak memperlihatkannya. Mereka sangat sensitif terhadap kritik dan kegagalan karena sebenarnya mereka memiliki harga diri yang rapuh.
- Kebutuhan yang besar untuk dikagumi. Mereka secara konstan akan berusaha mencari perhatian dan rasa kagum dari orang lain serta lebih mementingkan tampilan dibandingkan substansi dari suatu hal.
- Kurangnya kemampuan mereka untuk berempati atau mengenali dan mengerti perasaan orang lain. Hubungan mereka dengan orang lain yang sangat sedikit dan dangkal terjadi karena mereka tidak dapat menjalin hubungan timbal balik yang seimbang dengan orang lain. Mereka butuh kasih sayang atau simpati besar dari orang lain tetapi mereka sendiri cenderung tidak menunjukkan empati.
Selain itu menurut Campbell (2000), ciri-ciri kepribadian narsistik antara lain yaitu sebagai berikut:
- Mempunyai konsep diri yang selalu positif tentang dirinya, artinya ia berpikir bahwa dirinya baik dalam hampir segala hal dengan memusatkan perhatian pada diri sendiri.
- Egosentrisme, artinya memikirkan dirinya sendiri tanpa mau mendengarkan pandangan orang lain. Ia menganggap dirinya adalah sosok yang penting.
- Merasa dirinya spesial atau unik, artinya merasa diri paling hebat namun sering kali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki.
- Mempunyai hubungan inter-personal yang kurang baik. karena kurangnya empati, perasaan iri dan arogansi, memanfaatkan orang lain serta perasaan bahwa mereka hendak mendapatkan sesuatu.
Jenis-jenis Narsistik
Menurut Handayani (2016), kepribadian narsistik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Narsistik tidak tampak (vulnerable narcissism)
Narsistik tidak tampak (vulnerable narcissism) menggambarkan individu yang cenderung menunjukkan sikap membela diri, rapuh, menyangkal, ingin selalu lebih dari orang lain, ketidak-cakapan, cenderung merasa kurang, berpengaruh negatif. Vulnerability pada harga diri membuat individu dengan kecenderungan narsistik mudah terluka oleh kritik. Selain itu, individu dengan narsistik tidak tampak lebih sering terlihat cemas, khawatir, curiga, gugup, emosional, sengit, dan suka mengeluh.
b. Narsistik tampak (grandiose narcissism)
Narsistik tampak (grandiose narcissism) menggambarkan individu yang cenderung menganggap dirinya istimewa, cenderung untuk memamerkan diri, membutuhkan banyak pujian dari orang lain, melakukan agresi, dan sikap mendominasi di lingkungannya. Selain itu, individu dengan narsistik tampak juga memiliki sifat keras kepala, memiliki perilaku yang tidak sopan, pandai berbicara, cenderung asertif, dan sering menjadi seseorang yang menentukan sesuatu dalam lingkungannya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Narsistik
Menurut Sedikides (2004), terdapat beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi kepribadian narsistik pada seseorang, yaitu sebagai berikut:
a. Self- esteem (harga diri)
Harga dirinya tidak stabil dan terlalu tergantung pada interaksi sosialnya memiliki harga diri yang rapuh, sehingga sangat rentan terhadap kritik. Seseorang yang memiliki tingkat self-esteem yang rendah cenderung lebih sering aktif di media sosial.
b. Depresion (depresi)
Suatu pemikiran negatif tentang dirinya, dunia, dan masa depan, adanya rasa bersalah dan kurang percaya dalam menjalani hidup. Seseorang yang mengalami depresi hal itu terjadi karena adanya anggapan bahwa dirinya adalah orang yang penting dan terokupasi dengan keinginan mendapatkan perhatian, jika tidak mampu mewujudkan harapan-harapannya sendiri maka ia menjadi putus asa dan cenderung menyalahkan orang lain.
c. Loneliness (kesepian)
Perasaan tidak menyenangkan yang berhubungan dengan ketidak-sesuaian antara kebutuhan untuk akrab dengan orang lain atau keakraban personal. Hubungan interpersonalnya terhambat karena tidak mampu menjalin suatu hubungan yang akrab dengan orang lain sehingga hubungan pribadi mereka hanya sedikit dan dangkal. Bila orang lain sedikit saja kurang memenuhi harapannya yang tidak realistis, mereka akan menjadi marah dan menyingkirkan orang tersebut. Hal ini membuat mereka tidak mampu untuk memahami orang lain dan memiliki sedikit empati karena perasaan iri dan arogansi, membuat tuntutan yang tidak realistik bagi orang lain untuk mengikuti keinginannya.
d. Subjective Well-being (perasaan subjektif)
Individu merasa bahwa dirinya seakan-akan menjadi pribadi yang sempurna sehingga hal ini membuatnya hidup dalam fantasi keasyikan dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan, atau kecantikan yang tidak terbatas.
e. Kurangnya sosialisasi
Berdasarkan jenisnya sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Dalam hal ini digambarkan keadaan dimana seseorang lebih banyak menghabiskan waktunya tidak dengan keduanya, melainkan lebih kepada dunianya sendiri. Ketika seseorang hidup dalam dunianya sendiri dan lebih banyak menghabiskan waktunya hanya untuk kepentingan diri sendiri hal ini akan membuat seseorang tidak peduli dengan lingkungan sosialnya ia cenderung mementingkan kehidupannya sendiri, ketika mendapatkan kritikan dari lingkungan sosialnya ia tidak memperdulikannya karena baginya yang paling benar adalah dirinya sendiri.