Kelekatan (Attachment) - Pengertian, Fase, Jenis dan Manfaat

Kelekatan (attachment) adalah relasi atau hubungan emosional yang terbentuk antara dua orang individu yang memiliki perasaan spesifik, dekat dan kuat satu sama lain yang bersifat kekal sepanjang waktu. Kelekatan umumnya terjadi antara orang tua dan anak, pengasuh bayi dengan anak, guru dengan murid, dan lain-lain.

Kelekatan / Attachment (Pengertian, Fase, Jenis dan Manfaat)

Istilah kelekatan atau attachment pertama kali dikenalkan oleh John Bowlby, yaitu seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958. Attachment atau kelekatan merupakan ikatan antara dua orang individu atau lebih yang sifatnya adalah hubungan psikologis yang diskriminatif dan spesifik, serta mengikat seseorang dengan orang lain dalam rentang waktu dan ruang tertentu.

Berikut definisi dan pengertian kelekatan atau attachment dari beberapa sumber buku: 

  • Menurut Santrock (2002), kelekatan adalah relasi antara dua orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi itu. 
  • Menurut Olds dan Feldman (2009), kelekatan adalah ikatan emosional yang bertimbal balik dan bertahan antara dua individu, terutama bayi dan pengasuh, yang masing-masing berkontribusi terhadap kualitas hubungan tersebut. 
  • Menurut Desmita (2005), kelekatan adalah ikatan individu satu dengan individu lain, sifatnya adalah hubungan psikologis yang spesifik serta mengikat seseorang dengan orang lain dalam ruangan dan rentang waktu tertentu. 
  • Menurut Nurhayati (2015), kelekatan adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat afektif antara satu orang dengan orang lainnya yang mempunyai arti khusus. 
  • Menurut Cenceng (2015), kelekatan adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu yang bersifat spesifik, mengingat mereka dalam suatu kedekatan yang bersifat kekal sepanjang waktu.

Fase dan Tahapan Kelekatan 

Perkembangan kelekatan pada setiap individu dipengaruhi oleh tingkatan usia. Pada masa perkembangan anak, kelekatan dibagi menjadi beberapa fase atau tahapan, yaitu (Ervika, 2005):

  1. Indiscriminate Sociability. Terjadi pada anak yang berusia di bawah dua bulan. Bayi menggunakan tangisan untuk menarik perhatian orang dewasa, menghisap dan menggenggam, tersenyum dan berceloteh digunakan untuk menarik perhatian orang dewasa agar mendekat padanya. 
  2. Discriminate Sociability. Terjadi pada anak yang berusia dua hingga tujuh bulan. Pada fase ini bayi mulai dapat membedakan objek lekatnya, mengingat orang yang memberikan perhatian dan menunjukkan pilihannya pada orang tersebut. 
  3. Spesific Attachment. Terjadi pada anak yang berusia tujuh bulan hingga dua tahun. Bayi mulai menunjukkan kelekatannya pada figur tertentu. Fase ini merupakan fase munculnya intensional behavior dan independent locomosib yang bersifat permanen. Anak untuk pertama kalinya menyatakan protes ketika figure lekat pergi. Anak sudah tahu orang-orang yang diinginkan dan memilih orang-orang yang sudah dikenal. Mereka mulai mendekatkan diri pada objek lekat. Anak mulai menggunakan kemampuan motorik untuk mempengaruhi orang lain. 
  4. Partnership. Terjadi pada usia dua sampai empat tahun. Memasuki usia dua tahun anak mulai mengerti bahwa orang lain memiliki perbedaan keinginan dan kebutuhan yang mulai diperhitungkannya. Kemampuan berbahasa membantu anak bernegosiasi dengan ibu atau objek lekatnya. Kelekatan membuat anak menjadi lebih matang dalam hubungan sosial.

Jenis-jenis Kelekatan 

Menurut Eavest (2007), terdapat empat model kelekatan pada seseorang, yaitu sebagai berikut:

a. Secure attachment (kelakatan aman) 

Ditunjukkan oleh adanya pandangan positif terhadap diri sendiri dan pandangan positif terhadap orang lain. Sehingga dalam interaksinya individu tersebut akan merasa nyaman terhadap keakraban dan merasa aman dengan diri sendiri. Mereka cenderung memandang diri mudah menyayangi dan percaya bahwa orang lain responsif dan menerima keberadaan mereka. Individu dengan kelekatan aman mampu mempertahankan persahabatan akrab dalam waktu lama tanpa takut untuk menjadi independen dan sendirian.

b. Preoccupied attachment (kelekatan terikat) 

Ditunjukkan oleh adanya pandangan negatif terhadap diri tetapi pandangan positif terhadap orang lain. Sehingga dalam interaksinya individu tersebut sangat tergantung pada hubungan dengan orang lain. Kombinasi pandangan tersebut membuat individu dengan pola lekat terikat cenderung lebih terikat pada hubungan dan mereka menggunakan hubungan untuk meningkatkan rasa berharga dalam diri mereka dengan cara mencari nilai dan pendapat orang lain terhadap diri.

c. Dismissing attachment (kelekatan lepas) 

Ditunjukkan oleh adanya pandangan positif terhadap diri tetapi berpandangan negatif terhadap orang lain sehingga dalam interaksinya individu tersebut akan menghindari keakraban dan menjadi tidak tergantung pada hubungan dengan orang lain. Dengan demikian, mereka cenderung menghindari hubungan dekat dengan orang lain dan mempertahankan kebebasan mereka.

d. Fearful attachment (kelekatan cemas) 

Ditunjukkan oleh adanya pandangan negatif terhadap diri sendiri dan pandangan negatif pula terhadap orang lain. Sehingga dalam interaksinya individu tersebut akan merasa cemas terhadap keakraban dan menghindar secara sosial. Individu ini tidak merasa dicintai dan yakin bahwa orang lain memberikan penolakan dan tidak dapat dipercaya. Dengan menghindari hubungan dekat dengan orang lain, maka gaya kelekatan ini memungkinkan individu untuk melindungi diri dari penolakan orang lain yang sudah diantisipasi.

Manfaat Kelekatan 

Menurut Rini (2002), kelekatan memiliki manfaat yang baik bagi perkembangan mental anak dan remaja, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Rasa percaya diri. Perhatian dan kasih sayang orang tua yang stabil, menumbuhkan keyakinan bahwa diri remaja berharga bagi orang lain. Jaminan adanya perhatian orang tua yang stabil, membuat remaja belajar percaya pada orang lain. 
  2. Kemampuan membina hubungan yang hangat. Hubungan yang diperoleh remaja dari orang tua, menjadi pelajaran bagi remaja untuk kelak diterapkan dalam kehidupannya setelah dewasa. Kelekatan yang hangat, menjadi tolak ukur dalam membentuk hubungan dengan teman hidup dan sesamanya. Namun hubungan yang buruk, menjadi pengalaman yang traumatis bagi remaja, sehingga menghalangi kemampuan membina hubungan yang stabil dan harmonis dengan orang lain. 
  3. Mengasihi sesama dan peduli pada orang lain. Remaja yang tumbuh dalam hubungan kelekatan yang hangat, akan memiliki sensitivitas atau kepekaan yang tinggi terhadap kebutuhan sekitarnya. Dia mempunyai kepedulian yang tinggi dan kebutuhan untuk membantu orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. 
  4. Disiplin. Kelekatan membantu orang tua untuk dapat dengan lebih mudah memahami remaja, sehingga lebih mudah memberikan arahan secara lebih proporsional, empatik, penuh kesabaran dan pengertian yang dalam. Remaja juga akan belajar mengembangkan kesadaran diri dari sikap orang tua yang menghargai remaja untuk mematuhi peraturan dengan disiplin karena sikap menghukum akan menyakiti harga diri remaja dan tidak mendorong kesadaran diri. 
  5. Pertumbuhan intelektual dan psikologis yang baik. Bentuk kelekatan yang terjalin mempengaruhi pertumbuhan fisik, intelektual, dan kognitif, serta perkembangan psikologis individu.

Faktor yang Mempengaruhi Kelekatan 

Menurut Baradja (2005), terdapat beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi tingkat kelekatan pada anak dan remaja, yaitu: 

  1. Adanya rasa puas seorang anak pada pada pemberian figur lekat. Misalnya ketika anak membutuhkan sesuatu, maka figur lekatnya mampu untuk memenuhi kebutuhan itu.
  2. Terjadi reaksi atau merespon setiap tingkah laku yang menunjukkan perhatian. Misalnya seorang anak melakukan tingkah laku untuk mencari perhatian guru, dan guru bereaksi atau meresponnya, maka anak akan memberikan kelekatannya pada guru tersebut.
  3. Seringnya figur lekat melakukan proses interaksi dengan anak, maka anak akan memberikan kelekatan padanya. Misalnya, seorang guru yang selalu berinteraksi dengan anak yang tinggal di asrama pesantren. Semakin sering ia berinteraksi dan mendengarkan keluhan si anak, maka anak akan memberikan kelekatan padanya.

Selain itu, menurut Moss dkk (2009), beberapa hal yang juga berpengaruh terhadap kelekatan adalah: 

  1. Faktor Kesusahan. Masa kanak-kanak menengah merupakan waktu yang aktif dalam mencari kelekatan terhadap seseorang yang dapat mengurangi kesusahannya. Hal ini dapat terlihat pula ketika seorang anak Taman Kanak-Kanak yang mendekat dan mempercayai gurunya karena mereka merasa gurunya dapat membantu kesulitannya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. 
  2. Faktor Keamanan. Meskipun kelekatan antara anak dan orang tua tidak bias digantikan dengan yang lain, tapi tidak menutup kemungkinan jika model internal dalam pengaturan diri lebih adaptif jika anak merasa tidak aman. Misalnya, seorang anak yang menunjukkan kelekatan kepada kakaknya. Hal tersebut dapat terjadi jika anak mendapatkan rasa aman dari kakaknya. 
  3. Faktor mengandalkan. Kanak-kanak cenderung mengandalkan kelekatan pada figur yang berbeda untuk situasi yang berbeda pula. Misalnya, anak mungkin perlu bergantung pada orang lain, seperti teman, saudara, atau guru untuk memenuhi kebutuhan kelekatan mereka ketika mereka tidak mendapat akses kepada figur lekat mereka yang utama.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama