Vertigo adalah sensasi atau ilusi gerak, rasa gerak atau berputar dari tubuh atau lingkungan sekitarnya yang disebabkan oleh gangguan keseimbangan tubuh karena berbagai keadaan atau penyakit. Vertigo sering disertai oleh gangguan sistem otonomik, seperti rasa mual, pucat, keringat dingin, muntah, perubahan denyut nadi, dan tekanan darah, yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan terganggunya sistem vestibular.
Istilah vertigo berasal dari bahasa latin, yaitu vertere yang artinya memutar. Istilah ini diberikan kepada orang yang biasanya merasa dunia di sekitarnya berputar sehingga menganggu rasa keseimbangan seseorang. Vertigo mengacu pada adanya sensasi dimana penderitanya merasa bergerak atau berputar, puyeng, atau merasa seolah-olah benda-benda di sekitar penderita bergerak atau berputar. Biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan.
Berikut definisi dan pengertian vertigo dari beberapa sumber buku:
- Menurut Misbach, dkk (2006), vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul terutama dari sistem otonom, yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit.
- Menurut Lumbantobing (2007), vertigo adalah ilusi bergarak atau halusinasi gerakan yang disebabkan oleh gangguan keseimbangan tubuh, penderita merasakan atau melihat lingkungannya bergerak, padahal lingkungannya diam atau penderita merasakan dirinya bergerak, padahal tidak bergerak.
- Menurut Sjahrir (2008), vertigo adalah vertigo adalah sensasi berputar dan bergeraknya penglihatan baik secara subjektif maupun objektif, vertigo dengan perasaan subjektif terjadi bila seseorang mengalami bahwa dirinya merasa bergerak, sedangkan vertigo dengan perasaan objektif bila orang tersebut merasa bahwa di sekitar orang tersebut bergerak.
- Menurut PERDOSSI (1999), vertigo adalah suatu sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang ditandai dengan perasaan berputar, dunia serasa bergoyang, benda sekeliling berputar, rasa mau jatuh bahkan adakalanya benar-benar terjatuh, disertai dengan mual, muntah, keringat dingin serta merasa lebih baik jika berbaring, tapi vertigo terus berlanjut meski tidak bergerak sama sekali, kadang merasa enak bila tutup mata dan vertigo berulang saat mata dibuka.
Teori Penyebab Vertigo
Menurut Wartonah dan Tarwoto (2006), vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat yang berdasarkan asumsi bahwa rangsangan yang berlebihan akan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkuralis sehingga terganggu nya keseimbangan tubuh, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
Dalam keadaan normal, informasi untuk alat keseimbangan tubuh ditangkap oleh tiga jenis reseptor, yaitu; reseptor vestibuler, penglihatan, dan propioseptik yang mempunyai memori atau ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh atau tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan maka timbulah reaksi dari susunan saraf otonom.
Menurut Wreksoatmodjo (2004), terdapat beberapa teori yang dianggap menjadi penyebab terjadinya vertigo, yaitu sebagai berikut:
a. Teori Rangsang Berlebihan (Overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
b. Teori Konflik Sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata (visus), vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan (asimetri) masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
c. Teori Neural Mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik. Menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh atau tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
d. Teori Otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi gerakan (perubahan posisi). Gejala klinis timbul jika sistem simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistem parasimpatis mulai berperan.
e. Teori Neurohumoral
Diantaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistem saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
f. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat diawal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Jenis-jenis Vertigo
Menurut PERDOSSI (2012), vertigo dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Vertigo Vestibular
Timbul pada gangguan sistem vestibular,menimbulkan sensasi berputar timbulnya episodic, diprovokasi oleh gerakan kepala dan bisa disertai rasa mual/muntah. Berdasarkan letak lesinya dikenal ada dua jenis vertigo vestibular, yaitu:
- Vertigo vestibular perifer. Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis. Vertigo vestibular perifer timbulnya lebih mendadak setelah perubahan posisi kepala dengan rasa berputar yang berat, disertai mual/muntah dan keringat dingin. Bila disertai gangguan pendengaran berupa tinnitus atau ketulian dan tidak disertai gejala neurologis fokal seperti, hemiparesis, diplopia perioral parastesia, penyakit paresisfasialis. Penyebabnya antara lain adalah begin paroxysmal positional vertigo (BPPV), penyakit miniere, neuritisvesti oklusia, labirin, labirinitis.
- Vertigo vestibular sentral. Timbul pada lesi di nucleus vestibularis di batang otak atau thalamus sampai ke korteks serebri. Vertigo vestibular sentral timbulnya lebih lambat, tidak terpengaruh oleh gerakan kepala. Rasa berputarnya ringan jarang disertai rasa mual/muntah, atau kalau ada ringan saja. Tidak disertai gangguan gangguan pendengaran. Bisa disertai gejala neurologis fokal seperti disebut. Penyebabnya antara lain migraine, CVD , tumor, epylepsi demielinisasi dan degenerasi.
b. Vertigo Nonvestibular
Timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual menimbulkan sensasi bukan berputar, melainkan rasa melayang, goyang berlangsung konstan/kontinu, tidak disertai rasa mual/muntah, serangan diasanya dicetuskan oleh gerakan objek disekitarnya, misalnya di tempat keramaian atau lalu lintas macet. Penyebab antara polineuropati, meliopati artrosis servikalis trauma leher, presinkope, hipotensi, ortostatik, hiperventilasi tension, headache hipoglikemi, penyakit sistemik.
Tes Pemeriksaan Vertigo
Menurut PERDOSSI (2012), terdapat beberapa bentuk tes pemeriksaan vertigo yang biasa dilakukan, antara lain yaitu sebagai berikut:
- Tes Romberg. Pemeriksaan berada dibelakang pasien,pasien berdiri tegak dengan kedua tangan didada, kedua mata terbuka, dia amati selama 30 detik setelah itu pasien diminta menutup mata dan diamati selama 30 detik, jika dalam keadaan mata terbuka pasien sudaah jatuh menandakan kelainan pada serebelum, jika dalam keadaan mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi menandakan kelainan vestibular/propioseptif.
- Tes Romberg dipertajam. Pemeriksaan berada di belakang pasien, lalu tumit pasien berada di depan ibu jari kaki yang lainnya, kemudian pasien di amati dalam keadaan mata terbuka selama 30 detik, lalu pasien menutup mata dan diamati selama 30 detik, interpretasi sama dengan tes Romberg.
- Tes jalan tandem (tandem gait). Pasien di minta berjalan dengan sebuah garis lurus, dengan menempatkan tumit di depan jari kaki sisi yang lain secara bergantian. Pada kelainan serebelum, pasien tidak dapat melakukan jalan tandem dan jatuh ke satu sisi. Pada kelainan vestibular, pasien akan mengalami deviasi ke sisi lesi.
- Tes fukuda. Pemeriksaan berada di belakang pasien, lalu tangan di luruskan ke depan, mata pasien ditutup, pasien diminta berjalan di tempat 50 langkah. Tes fukuda di anggap normal jika deviasi ke satu sisi > 30 derajat atau maju/mundur >1 meter. Tes fukuda menunjukkan lokasi kelainan di sisi kanan atau kiri.
- Tes past pointing. Pada posisi duduk, pasien di minta untuk mengangkat satu tangan dengan jari mengarah ke atas, jari pemeriksa di letakkan di depan pasien, lalu pasien di minta ujung jarinya menyentuh ujung jari pemeriksa beberapa kali dengan mata terbuka, setelah itu di lakukan dengan mata tertutup. Pada kelainan vestibular, ketika mata tertutup maka jari pasien akan deviasi ke arah lesi. Pada kelainan serebelum akan terjadi hipermetri atau hipometri.
- Head thrust test. Pasien di minta memfiksasikan mata pada hidung/dahi pemeriksa setelah itu kepala digerakkan secara cepat ke satu sisi, pada kelainan vestibular perifer akan dijumpai adanya sakadik.
Terapi Pengobatan Vertigo
Menurut PERDOSSI (1999), terapi pengobatan vertigo dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain yaitu sebagai berikut:
a. Terapi Kausal
Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya. Walaupun demikian bilamana penyebabnya dapat ditemukan, maka terapi kausal merupakan pilihan utama.
b. Terapi Simtomatik
Terapi ini ditujukan pada dua gejala utama, yaitu rasa vertigo (berputar, melayang) dan gejala otonom (mual, muntah). Gejala-gejala tersebut timbul paling berat pada vertigo vestibular fase akut dan biasanya akan menghilang dalam beberapa hari berkat adanya mekanisme kompensasi sentral. Namun, oleh karena pada fase ni pasien biasanya merasa cemas dan menderita, maka harus diberikan obat simtomatik. Oleh karena obat-obatan supresan vestibular dapat menghalangi mekanisme kompensasi sentral, maka pemberiannya secukupnya saja untuk mengurangi gejala, tujuannya agar pasien dapat segera dimobilisasi untuk melakukan latihan rehabilitasi.
c. Terapi Rehabilitatif
Tujuan terapi ini adalah untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibular. Mekanisme kerja terapi ini adalah melalui:
- Substitusi Sentral oleh sistem visual dan somatosensori untuk fungsi vestibular yang terganggu.
- Mengaktifkan kendali pada tonus inti vestibular oleh sereblum, sistem visual, dan somatsensori.
- Menimbulkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi sensorik yang diberikan berulang-ulang.
Latihan vestibular untuk pengobatan Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) dikenal dengan istilah terapi Metode Brandt-Daroff, caranya yaitu adalah pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kaki tergantung. Lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat pada salah satu sisi tubuh selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik, baringkan tubuh lain ke sisi lain dengan cara yang sama, tunggu 30 detik, setelah itu duduk tegak kembali. Lakukan latihan ini 5 kali pada pagi hari dan 5 kali pada malam hari sampai 2 hari berturut-turut tidak timbul vertigo lagi.
Daftar Pustaka
- Misbach, J., dkk. 2006. Buku Pedoman Standar Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta: PERDOSSI.
- Sjahrir, H. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.
- Lumbantobing, S.M. 2007. Vertigo Tujuh Keliling. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
- Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
- Wreksoatmodjo, B.R. 2004. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran, No.144.
- PERDOSSI. 1999. Vertigo Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. Jakarta: PERDOSSI.
- PERDOSSI. 2012. Pedoman Tatalaksana Vertigo. Jakarta: PERDOSSI.