Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur dan menggambarkan perbandingan antara jumlah kredit (pembiayaan) yang disalurkan kepada nasabah dengan jumlah dana yang diterima. Besarnya rasio ini menurut peraturan pemerintah maksimum adalah 110%. Melalui rasio ini dapat diketahui kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 15/15/PBI/2013, pengertian Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri digunakan. Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus dipenuhi. Rasio ini adalah salah satu rasio yang digunakan untuk mengetahui tingkat likuiditas bank dan juga menjadi alat ukur terhadap fungsi intermediasi perbankan.
Financing to Deposit Ratio (FDR) juga digunakan untuk menilai strategi suatu bank. Manajemen bank konservatif biasanya cenderung memiliki nilai FDR yang relatif rendah. Sebaliknya bila Financing to Deposit Ratio melebihi batas toleransi maka dapat dikatakan manajemen bank yang bersangkutan sangat ekspansif atau agresif.
Berikut pengertian dan definisi Financing to deposit ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) dari beberapa sumber buku:
- Menurut Pandia (2012), Loan to Deposit Ratio adalah adalah rasio yang menyatakan seberapa jauh bank telah menggunakan uang penyimpan (depositor) untuk memberikan pinjaman kepada para nasabahnya.
- Menurut Dendawijaya (2009), Loan to Deposit Ratio adalah rasio antara seluruh jumlah kredit (pembiayaan) yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank.
- Menurut Rivai (2007), Loan to Deposit Ratio adalah rasio yang mengukur perbandingan jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank yang menggambakan kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.
- Menurut Kasmir (2005), Loan to Deposit Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Besarnya loan to deposit ratio menurut peraturan pemerintah maksimum adalah 110%.
- Menurut Martono (2002), Loan to Deposit Ratio adalah rasio untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya.
- Menurut Mulyono (2001), Loan to Deposit Ratio adalah rasio perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat (kredit) dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.
Rumus Loan to deposit ratio (FDR)
Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah perbandingan antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil dikerahkan oleh bank. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, rumus atau formulasi untuk menghitung Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah:
Ketentuan Financing to deposit ratio (FDR) menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 265/BPPP tanggal 29 Mei 1993 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank umum, menyatakan bahwa tingkat kesehatan bank untuk semua pihak yang terkait, ditetapkan sebagai berikut:
- Untuk Loan to Deposit Ratio sebesar 110% atau lebih diberi nilai kredit nol (0) artinya likuiditas bank tersebut tidak sehat.
- Untuk Loan to Deposit Ratio di bawah 110% diberi nilai 100, artinya likuiditas bank tersebut sehat.
Batas aman Loan to Deposit Ratio suatu bank secara umum adalah sekitar 90%-100%, sedangkan menurut ketentuan bank sentral batas aman Loan to Deposit Ratio adalah 110%. Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan suatu bank, dimana sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman Loan to Deposit Ratio dari suatu bank adalah 80%. Namun, batas toleransi berkisar antara 85% - 110%.
Semakin tinggi Loan to Deposit Ratio memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Sebaliknya, angka Loan to Deposit Ratio yang rendah menunjukkan tingkat ekspansi kredit yang rendah dibandingkan dengan dana yang diterimanya dan menunjukkan bahwa bank masih jauh dari maksimal dalam menjalankan fungsi intermediasi.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tahun 2011, tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, kriteria tingkat kesehatan bank dari sisi Loan to Deposit Ratio (LDR), dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Komponen Loan To Deposit Ratio (LDR)
Menurut Dendawijaya (2009), komponen yang mempengaruhi Loan To Deposit Ratio (LDR) adalah dana yang berasal dari masyarakat atau disebut dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Adapun komponen-komponen dalam Loan To Deposit Ratio (LDR) adalah sebagai berikut:
a. Giro (demand deposit)
Giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dan menggunakan cek, bilyet giro, dan surat perintah lainnya atau cara pemindah-bukuan. Dalam pelaksanaannya, giro ditata-usahakan oleh bank dalam suatu rekening yang disebut rekening koran. Dalam kehidupan modern sekarang, motif transaksi dan berjaga-jaga yang paling banyak mewarnai alasan penguasaan uang tunai. Bagi penguasaan (kecil, menengah maupun besar) dan kaum menengah ke atas, mempunyai rekening giro pada bank merupakan kebutuhan mutlak demi kelancaran pembayaran demi urusan bisnisnya. Penggunaan cek dalam transaksi pembayaran telah melampaui jumlah penggunaan uang kartal.
b. Deposito
Deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian. Apabila sumber dana bank di dominasi oleh dana yang berasal dari deposito berjangka, pengaturan likuiditasnya relatif tidak terlalu sulit. Akan tetapi dari sisi biaya dana akan sulit untuk ditekan sehingga akan mempengaruhi tingkat suku bunga kredit bank yang bersangkutan. Berbeda dengan giro dan deposito akan mengendap di bank karena para pemegangnya (deposan) tertarik akan tingkat bunga yang di tawarkan oleh bank dan adanya keyakinan bahwa pada saat jatuh tempo (apabila dia tak ingin memperpanjang) dananya yang ditarik kembali.
c. Tabungan (Saving)
Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Program tabungan yang pernah diperkenankan oleh pemerintah sejak tahun 1971 adalah tabanas, taska, tappelpram, tabungan ongkos naik haji, dan lain-lain. Akan tetapi, adanya berbagai deregulasi di bidang perbankan seperti paket Juni 1983 dan paket Oktober 1988 menyebabkan semua bank memiliki berbagai jenis produk tabungan dengan nama khusus serta memberikan rangsangan yang baik bagi nasabahnya. Semua bank diperkenankan untuk mengembangkan sendiri berbagai jenis tabungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa perlu adanya persetujuan dari bank sentral (Bank Indonesia).
c. Kredit
Kredit adalah penyediaan uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan termasuk pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan NPA (Note Purchase Agreement) dan pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang (factoring).
Daftar Pustaka
- Pandia, Frianto. 2012. Manajemen Dana dan Kesehatan Bank. Jakarta: Rineka Cipta.
- Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
- Rivai, Veithzal. 2007. Bank and Financial Institute Management. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Kasmir. 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Martono. 2002. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Ekonisia.
- Mulyono, T.P. 2001. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersiil. Yogyakarta: BPFE.