Mudharabah - Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis dan Ketentuan Pembiayaan

Mudharabah adalah bentuk akad, perjanjian atau kontrak antara dua pihak atau lebih untuk melakukan kerja sama menjalankan suatu usaha untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pemilik modal dapat disebut shahibul maal, rabbul maal, atau propretior. Pengelola modal disebut mundharib. Modal yang digulirkan disebut ra'sul maal. Kerja sama yang dilakukan berdasarkan pada prinsip profit sharing, yang satu sebagai pemilik modal dan yang kedua menjalankan usaha. Pendapatan atau keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal akad menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing).

Mudharabah (Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis dan Ketentuan Pembiayaan)

Istilah mudharabah secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu darb, yang memiliki arti memukul, berdetak, mengalir, berenang, bergabung, menghindar berubah, mencampur, berjalan, dan lain sebagainya. Secara terminologi mudharabah adalah bentuk kontrak (perjanjian) antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengguna dana (mudharib) untuk digunakan aktivitas yang produktif di mana keuntungan dibagi kedua belah pihak antara pemilik modal dan pengelola dana. Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik modal, jika kerugian itu terjadi dalam keadaan normal, pemodal (shahibul maal) tidak boleh intervensi kepada pengelola dana (mudharib) dalam menjalankan usahanya (Mardani, 2012).

Berdasarkan fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000, definisi mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan syariah kepada pihak lain untuk membuka suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini posisi lembaga keuangan sebagai pemilik dana dan membiayai 100% atas usaha pengelola, sedangkan posisi pengelola sebagai mudharib. Sedangkan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006, pengertian mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung (profit sharing) atau metode bagi pendapatan (net revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Berikut definisi dan pengertian mudharabah dari beberapa sumber buku: 

  • Menurut Ismail (2015), mudharabah adalah akad perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan kerja sama usaha. Satu sebagai penyedia modal sebesar 100% yang disebut sebagai Shahibul Maal dan pihak lainnya sebagai pengelola usaha yang disebut sebagai Mudharib. 
  • Menurut Naf'an (2014), mudharabah adalah akad antar pihak pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati di awal akad. 
  • Menurut Umam (2016), mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. 
  • Menurut Karim (2006), mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaku usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan uang. 
  • Menurut Dahlan (2012), mudharabah adalah bentuk kontrak kerja sama yang didasarkan pada prinsip profit sharing, yang satu sebagai pemilik modal dan yang kedua menjalankan usaha. Modal disini berupa uang dan tidak boleh berbentuk barang. Pemilik modal dapat disebut shahibul maal, rabbul maal, atau propretior. Pengelola modal disebut mundharib. Modal yang digulirkan disebut ra'sul maal.


Landasan Hukum Mudharabah 

Landasan hukum syariah yang membahas mengenai mudharabah lebih merujuk kepada anjuran untuk melakukan kegiatan usaha. Landasan hukum mudharabah terdapat dalam Al-Quran, Al-Hadist maupun Ijma Ulama, yaitu sebagai berikut:

a. Al-Quran 

Surat Al-Muzzammil ayat 20, yaitu:

Dasar hukum mudharabah - Al-Muzzammil ayat 20

Artinya: "Dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT".(Q.S Al-Muzzammil : 20)

Surat Al-Jumu'ah ayat 10, yaitu:

Dasar hukum mudharabah - Al-Jumuah ayat 10

Artinya: "Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT". (Q.S Al-Jumu'ah : 10)

b. Al-Hadits 

HR Ibnu Majah No.2280 dalam kitab At-Tijarah, yaitu:

Dasar hukum mudharabah - HR Ibnu Majah

Artinya: Dari Shalih bin Shuhaib R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual".

c. Ijma 

Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Qiyas merupakan dalil lain yang membolehkan mudharabah dengan mengqiyaskannya (analogi) kepada transaksi musaqat, yaitu bagi hasil yang umum dilakukan dalam bidang perkebunan. Dalam hal ini, pemilik kebun bekerja sama dengan orang lain dengan pekerjaan menyiram, memelihara dan merawat isi perkebunan. Dalam perjanjian ini, sang perawat (penyiram) mendapatkan bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan di depan dari out put perkebunan (pertanian). Dalam mudharabah, pemilik dana (shahibul maal) dianalogikan dengan pemilik kebun, sedangkan pemeliharaan kebun dianalogikan dengan pengusaha (entrepreneur).


Rukun, Syarat dan Prinsip Mudharabah 

Menurut Suhendi (2002), rukun dalam mudharabah berdasarkan Jumhur Ulama ada tiga, yaitu: dua orang yang melakukan akad (al-aqidani), modal (ma'qud alaih), dan shighat (ijab dan qabul). Sedangkan menurut ulama Syafi'iyah lebih memerinci lagi menjadi enam rukun, yaitu:

  1. Pemilik modal (shohibul maal). 
  2. Pelaksanaan usaha (mudharib atau pengusaha). 
  3. Akad dari kedua belah pihak (ijab dan kabul).
  4. Objek mudharabah (pokok atau modal). 
  5. Usaha (pekerjaan pengelola modal). 
  6. Nisbah keuntungan.

Menurut Afandi (2009), syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut:

a. Akad 

Syarat yang terkait dengan orang yang melakukan akad (Aqidain), yaitu: 

  1. Cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai orang yang berakad (aqid).
  2. Pemilik dana tidak boleh mengikat dan melakukan intervensi kepada pengelola dana.

b. Modal 

Syarat terkait dengan modal, antara lain yaitu: 

  1. Modal harus diketahui secara pasti termasuk jenis mata uangnya. 
  2. Modal harus dalam bentuk tunai, seandainya berbentuk aset diperbolehkan asalkan berbentuk barang niaga dan memiliki nilai atau historinya pada saat mengadakan kontrak. 
  3. Besarnya ditentukan secara jelas di awal akad. 
  4. Modal bukan merupakan pinjaman (hutang). 
  5. Modal diserahkan langsung kepada pengelola dana dan secara tunai. 
  6. Modal digunakan sesuai dengan syarat-syarat akad yang disepakati. 
  7. Pengembalian modal dapat dilakukan bersamaan dengan waktu penyerahan bagi hasil atau pada saat berakhirnya masa akad mudharabah.

c. Keuntungan 

Syarat yang terkait dengan keuntungan, antara lain yaitu: 

  1. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
  2. Pemilik dana siap mengambil risiko rugi dari modal yang dikelola.
  3. Penentuan angka keuntungan dihitung dengan persentase hasil usaha yang dikelola oleh pengelola dana berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. 
  4. Pengelola dana hanya bertanggung jawab atas sejumlah modal yang telah diinvestasikan dalam usaha. 
  5. Pengelola dana berhak memotong biaya yang berkaitan dengan usaha yang diambil dari modal mudharabah.

d. Kegiatan Usaha 

Kegiatan usaha oleh pengelola (mundharib), sebagai pertimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:

  1. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mundharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
  2. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. 
  3. Pengelola tidak boleh menyalai hukum syariah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.

Menurut Nurhasanah (2015), prinsip-prinsip yang harus dijalankan dalam pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: 

  1. Prinsip berbagi keuntungan di antara pihak-pihak yang melakukan akad mudharabah. Laba bersih yang telah diperoleh harus dibagi antara pemilik dana dan pengelola dana secara adil sesuai dengan porsi yang sebelumnya telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pembagian laba ini harus dilakukan setelah adanya pengurangan biaya-biaya dan juga modal dari pemilik dana telah dikembalikan secara utuh. 
  2. Prinsip bagi kerugian di antara masing-masing pihak yang berakad. Dalam mudharabah, asas keseimbangan dan keadilan terletak pada pembagian kerugian apabila usaha yang dijalankan pengelola dana mengalami kerugian. Kerugian tersebut dapat ditanggung oleh pemilik dana, akan tetapi apabila terbukti ada kelalaian yang dilakukan oleh pengelola dana, maka pengelola dana yang akan menanggung kerugian tersebut.
  3. Prinsip kejelasan. Sebelum melakukan kontrak mudharabah ini, antara pemilik dana dan pengelola dana harus jelas dalam menyatakan modal yang disertakan, syarat-syarat, porsi bagi hasil yang akan diterima oleh masing-masing pihak dan juga jangka waktu berlakunya akad tersebut. 
  4. Prinsip kepercayaan dan amanah. Unsur terpenting dalam melaksanakan akad mudharabah ini adalah saling percaya. Pemilik dana mempercayakan dananya untuk dikelola oleh pengelola dana (mudharib). Pemilik dana bisa saja membatalkan kontrak perjanjian akad mudharabah tersebut apabila sudah tidak ada rasa saling percaya.
  5. Prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian menjadi kunci keberhasilan dari berlangsungnya akad mudharabah. Apabila prinsip kehati-hatian ini tidak dimiliki oleh masing-masing pihak, maka yang terjadi akan menimbulkan kerugian finansial, waktu, dan juga tenaga.


Jenis-jenis Mudharabah 

Menurut Muhammad (2014), pembiayaan dengan prinsip mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu:

a. Mudharabah Muthlaqah 

Muthlaqah merupakan akad mudharabah yang digunakan untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis sesuai dengan permintaan pemilik dana (shahibul maal). Pembiayaan mudharabah muthlaqah juga disebut dengan investasi pemilik dana kepada bank syari’ah. Bank syari’ah tidak mempunyai kewajiban untuk mengganti rugi atas pengelolaan dana yang bukan disebabkan kelalaian atau kesalahan bank sebagai Mudharib. Sebaliknya, apabila kesalahan atau kelalaian dalam mengelola dana investor (Shahibul Maal) dilakukan secara sengaja, maka bank syari’ah wajib mengganti semua dana Investasi Mudharabah Mutlaqah. Penerapan mundharabah muthlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis himpunan dana yaitu mundharabah dan deposito mundharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan dalam menggunakan dana yang dihimpun.

b. Mudharabah Muqayyadah 

Muqayyadah merupakan akad mudharabah yang mana dalam melakukan kegiatan usahanya, pemilik dana (shahibul maal) memberikan syarat-syarat tertentu atau dibatasi dengan adanya spesifikasi tertentu kepada pengelola dana. Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam jenis dunia usaha. Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah atau specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah.

Akad mudharabah muqayyadah ada dua macam, yaitu: 

  1. Mudharabah Muqayyadah On Balance Sheet, yaitu akad kerja sama usaha yang mana mudharib ikut menanggung resiko atas kerugian dana yang diinvestasikan oleh Shahibul Maal. Dalam akad ini, Shahibul Maal juga memberi batasan secara umum misalnya, batasan tentang jenis usaha, jangka waktu pembiayaan, dan sektor usahanya. Karakteristik jenis simpanan ini; Pertama, pemilik dana harus wajib menetapkan syarat atau membuat akad yang wajib di penuhi oleh Mudharib. Kedua, bank wajib memberitahu pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara bagi hasil serta pembagian secara risiko yang dicantumkan dalam akad. Ketiga, sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus yang memisahkan dana dari rekening lainnya. Keempat, untuk Deposito Mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan. 
  2. Mudharabah Muqayyadah Of Balance Sheet, yaitu jenis mudharabah yang merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya. Karakteristik jenis penyimpanan ini diantaranya Pertama, sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus yang memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administratif. Kedua, dana simpanan khusus harus disalurkan langsung kapada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana. Ketiga, bank menerima komisi atas jasanya mempertemukan kedua belah pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil. 


Ketentuan Pembiayaan Mudharabah 

Menurut Antonio (2001), skema pembiayaan mudharabah dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Skema Pembiayaan Mudharabah

Adapun penjelasan ketentuan pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: 

  1. Nasabah (mundharib) mengajukan pembiayaan kepada bank (shahibul maal) atas suatu rencana proyek usaha. Kemudian diadakan negosiasi sampai bank menyetujui proyeksi yang diajukan oleh nasabah dengan syarat dan analisis yang ditetapkan oleh pihak bank. Pada tahap negosiasi tercapai kesepakatan berarti sudah terjadi asas konsensualisme. 
  2. Perjanjian dibuat dengan perlengkapan seluruh dokumen yang dibutuhkan. Pada tahap ini data diartikan sebagai asas formalisme. Di mana akad terjadi jika sudah terjadi formalitas suatu perjanjian sesuai dengan peraturan yang berlaku, bank sebagai shahibul maal (pihak pertama), dan nasabah sebagai mundharib (pihak kedua).
  3. Nasabah menyalurkan dana pembiayaan untuk proyek yang telah disepakati.
  4. Nasabah memberikan nisbah bagi hasil atau nilai keuntungan sesuai dengan nilai kontrak. Lazimnya dibayarkan secara regular dalam interval per-bulan. 
  5. Perjanjian pembiayaan akad mundharabah selesai sesuai dengan nota perjanjian atau sebagian pihak mengakhiri dengan beberapa alasan peraturan atau perundang-undangan yang berlaku.

Menurut fatwa DSN-MUI No.07/DSN/IV/2000, ketentuan umum pembiayaan mundharabah adalah sebagai berikut: 

  1. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
  2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mundharib atau pengelola usaha. 
  3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha). 
  4. Mundharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek, tetapi mempunyai hak melakukan pembinaan dan pengawasan. 
  5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang. 
  6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mundharabah. Kecuali dari mundharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, menyalahi perjanjian. 
  7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mundharabah tidak ada jaminan, namun agar mundharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mundharib atau pihak ketiga. Jaminan ini dapat dicairkan apabila mundharib terbukti melakukan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 
  8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan dalam fatwa DSN-MUI. 
  9. Biaya operasional dibebankan pada mundharib.
  10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mundharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

Daftar Pustaka

  • Ismail. 2005. Perbankan Syari'ah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
  • Naf'an. 2014. Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
  • Umam, Khotibul. 2016. Perbanan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pres.
  • Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia. 2006. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Jakarta: Gaung Persada.
  • Dahlan, Ahmad. 2012. Bank Syariah: Teoritik Praktik Kritik. Yogyakarta: Teras.
  • Afandi, M. Yazid. 2009. Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Logung Pustaka. 
  • Nurhasanah, Neneng. 2015. Mudharabah dalam Teori dan Praktik. Bandung: Refika Aditama.
  • Muhammad. 2014. Manajemen Dana Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.
  • Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syari'ah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana.
  • Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Antonio, Muhammad Syafi'i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama