Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana (Rofiq, 2004:153). Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil atas keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka tingkat rasio bagi hasil atau nisbah.
Bagi hasil merupakan bentuk dari perjanjian kerja sama antara pemodal (investor) dan pengelola modal (Entrepreneur) dengan menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana diantara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan nisbah kesepakatan di awal perjanjian dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Bagi Hasil adalah bentuk return (perolehan kembaliannya) dari kontrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar-kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah (Karim, 2004:191).
Mekanisme perhitungan tingkat bagi hasil yang diterapkan pada bank syariah terdiri dari dua sistem, yaitu:
Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerja sama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan persentase bagi hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
Rukun dan syarat Musyarakah adalah sebagai berikut:
Rukun dan syarat Mudharabah adalah sebagai berikut:
Bagi Hasil adalah bentuk return (perolehan kembaliannya) dari kontrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar-kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah (Karim, 2004:191).
Mekanisme perhitungan tingkat bagi hasil yang diterapkan pada bank syariah terdiri dari dua sistem, yaitu:
- Profit Sharing adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah.
- Revenue Sharing adalah bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah.
Perbedaan Bagi Hasil dengan Bunga
Menurut Antonio (2001), sistem bunga lebih mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi namun kurang mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkan. Berbeda dengan sistem bagi hasil yang berorientasikan pada pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia. Adapun perbedaan bunga dan bagi hasil dijelaskan sebagai berikut:- Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung, sedangkan bagi hasil penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
- Pada sistem bunga besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan, sedangkan besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
- Pembayaran bunga tetap seperti dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi, sedangkan bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama kedua belah pihak.
- Pada sistem bunga, jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi booming. Sedangkan pada sistem bagi hasil, jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
Karakteristik Bagi Hasil
Nisbah bagi hasil merupakan persentase keuntungan yang akan diperoleh pemodal (shahibul mal) dan pengelola (mudharib) yang ditentukan berdasarkan kesepakatan di antara keduanya. Karakteristik nisbah bagi hasil adalah sebagai berikut:- Persentase. Nisbah bagi hasil harus dinyatakan dalam persentase (%), bukan dalam nominal uang tertentu.
- Bagi Untung dan Bagi Rugi. Pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan porsi modal masing-masing pihak.
- Jaminan. Jaminan yang akan diminta terkait dengan Character risk yang dimiliki oleh mudharib karena jika kerugian diakibatkan oleh keburukan karakter mudharib, maka yang menanggung adalah mudharib. Akan tetapi jika kerugian diakibatkan oleh business risk, maka shahibul mal tidak diperbolehkan untuk meminta jaminan pada mudharib.
- Besaran Nisbah. Angka besaran nisbah bagi hasil muncul sebagai hasil tawar-menawar yang dilandasi oleh kata sepakat dari pihak shahibul dan mudharib.
- Cara Menyelesaikan Kerugian. Kerugian akan ditanggung dari keuntungan terlebih dahulu karena keuntungan adalah pelindung modal. Jika kerugian melebihi keuntungan, maka diambil dari pokok modal.
Jenis Kontrak Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerja sama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerja sama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.a. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerja sama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan persentase bagi hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
b. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
Syarat dan Rukun Bagi Hasil
Sebagai sebuah akad, musyarakah dan mudlarabah mempunyai syarat dan rukun yang mempengaruhi keabsahannya. Musyarakah akan menjadi akad sah apabila telah terpenuhi syarat dan rukunnya (Dahlan,1997:195).Rukun dan syarat Musyarakah adalah sebagai berikut:
a. Rukun Musyarakah
- Macam harta modal.
- Nisbah bagi hasil dari modal yang diserikatkan.
- Kadar pekerjaan masing-masing pihak yang berserikat.
b. Syarat Musyarakah
- Melafadzkan kata-kata yang menunjukkan izin yang akan mengendalikan harta.
- Anggota syarikat percaya mempercayai.
- Mencampurkan harta yang akan disyarikatkan.
Rukun dan syarat Mudharabah adalah sebagai berikut:
a. Rukun Mudharabah
- Malik atau shahibul maal ialah yang mempunyai modal.
- Amil atau mudharib ialah yang akan menjalankan modal.
- Amal, ialah harta pokok atau modal.
- Shighat atau perintah atau usaha dari yang menyuruh berusaha.
b. Syarat Mudharabah
- Barang yang diserahkan adalah mata uang. Tidak sah menyerahkan harta benda atau emas perak yang masih dicampur atau masih berbentuk perhiasan.
- Melafadzkan ijab dari yang punya modal, dan qobul dari yang menjalankannya.
- Diterapkan dengan jelas, bagi hasil bagian pemilik modal dan mudharib.
- Dibedakan dengan jelas antara modal dan hasil yang akan dibagihasilkan dengan kesepakatan.
Daftar Pustaka
- Rofiq, Ahmad. 2004. Fiqih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam Analisis Fiqh & Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Dahlan, Abdul Aziz,et al. 1997. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove.
- Antonio, muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: GemaInsani Press.