Politik Uang (Money Politic) - Pengertian, Unsur, Jenis, Bentuk dan Strategi

Politik uang atau money politic adalah suatu upaya mempengaruhi perilaku masyarakat/pemilih menggunakan imbalan materi balik milik pribadi maupun partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters) dengan konsepsi bahwa materi tersebut dapat mengubah keputusan dan dijadikan sebagai wadah penggerak perubahan. Politik uang merupakan salah satu bentuk suap atau uang sogok. Politik uang adalah pertukaran uang dengan posisi, kebijakan atau keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan rakyat tetapi sesungguhnya demi kepentingan pribadi, kelompok atau partai.

Politik Uang / Money Politic (Pengertian, Unsur, Jenis, Bentuk dan Strategi)

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 151 Tahun 2000, tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah menyebutkan bahwa politik uang adalah pemberian uang atau bentuk lain, yang dilakukan oleh calon Kepala Daerah atau wakil kepala daerah atau yang berkaitan dengan pasangan calon, kepada anggota DPRD dengan maksud terang-terangan dan atau terselubung untuk memperoleh dukungan guna memenangkan pemilihan Kepala Daerah.

Politik uang merupakan praktik pemberian uang atau barang atau memberi iming-iming sesuatu, kepada seseorang atau massa secara berkelompok atau individual, untuk mendapatkan keuntungan politis. Adanya politik uang ini, maka putusan yang dihasilkan tidaklah lagi berdasarkan idealita mengenai baik tidaknya keputusan tersebut, melainkan semata-mata didasarkan oleh kehendak si pemberi uang, karena yang bersangkutan sudah merasa teruntungkan.

Berikut definisi dan pengertian money politic atau politik uang dari beberapa sumber buku: 

  • Menurut Juliansyah (2007), politik uang adalah suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (voters). 
  • Menurut Ismawan (1999), politik uang adalah upaya mempengaruhi perilaku orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan politik uang sebagai tindakan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan. Tindakan itu bisa terjadi dalam jangkauan (range) yang lebar, dari pemilihan kepala desa sampai pemilihan umum suatu negara. 
  • Menurut Aspinal dan Sukmajati (2015), politik uang adalah pemberian uang tunai, barang, jasa, dan keuntungan ekonomi lainnya (seperti proyek atau penyediaan pekerjaan) yang didistribusikan oleh politisi termasuk di dalamnya keuntungan yang ditujukan untuk individu (misalnya amplop berisi uang tunai) dan kepada kelompok masyarakat (misalnya lapangan sepak bola baru untuk pemuda). 
  • Menurut Ahmad (2015), politik uang adalah tawaran keuntungan material partikularistik kepada pemilih dengan menjual suara mereka sesuai dengan keinginan pasar, dimana proses pertukaran menjadikan konsepsi bahwa uang dapat mengubah keputusan dan dijadikan sebagai wadah penggerak perubahan. 
  • Menurut Zaman (2016), politik uang adalah uang yang ditujukan untuk maksud-maksud tertentu, seperti peruntukan kepentingan politik tertentu. Politik uang juga bisa terjadi ketika seorang kandidat membeli suara dari pemilih untuk memilihnya dengan imbalan materi. Bentuknya bisa berupa uang, namun kadang pula dapat berupa bantuan-bantuan sarana fisik pendukung kampanye pasangan calon tertentu.

Unsur-Unsur Politik Uang 

Menurut Abdullah (2001), politik uang atau money politic yang terjadi dalam suatu pemilihan umum terdiri dari beberapa unsur, yaitu: 

  1. Penerima uang, harta atau barang. Penerima suap adalah orang yang menerima sesuatu dari orang lain berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap. Pada umumnya orang yang menerima suap adalah para pejabat yang memiliki keterkaitan terhadap masalah yang dihadapi oleh pemberi suap. Akan tetapi juga tidak menutup kemungkinan penerima suap adalah bukan para pejabat, seperti teman atau mungkin kepada orang yang berstatus di bawahnya.
  2. Pemberi uang harta atau barang. Penyuap adalah orang yang menyerahkan harta atau uang atau jasa untuk mencapai tujuannya. Pemberi suap ini pada umumnya adalah mereka yang memiliki kepentingan terhadap penerima suap. Kepentingan-kepentingan tersebut bisa karena masalah hukum, untuk pemenangan pemilu dan lain-lain. Pemberi suap ini melakukan suap dikarenakan dia ingin menjadi pihak yang menang, sehingga cenderung melakukan segala cara untuk dapat menang. 
  3. Suapan berupa uang atau harta yang diberikan. Harta yang dijadikan sebagai obyek suap beraneka ragam, mulai dari uang, mobil, rumah, motor dan lain-lain.

Bentuk-bentuk Politik Uang 

Menurut Umam (2006), bentuk-bentuk politik uang atau money politik dalam pemilihan umum antara lain adalah sebagai berikut:

a. Berbentuk uang 

Uang merupakan faktor penting yang berguna untuk mendongkrak personal seseorang, sekaligus untuk mengendalikan wacana strategis terkait dengan sebuah kepentingan politik dan kekuasaan. Dimana, seseorang leluasa mempengaruhi dan memaksakan kepentingan pribadi dan kelompoknya pada pihak lain melalui berbagai sarana, termasuk uang. Dalam pemilihan umum, uang sangat berperan penting.

Modus money politic dalam bentuk uang yang terjadi dan sering dilakukan yaitu:

  1. Sarana Kampanye. Caranya dengan meminta dukungan dari masyarakat melalui penyebaran brosur, stiker dan kaos. Setelah selesai acarapun, para pendukung diberi pengganti uang transport dengan harga yang beragam. 
  2. Dalam Pemilu ada beberapa praktik tindakan Money Politic misalnya: distribusi sumbangan, baik berupa barang atau uang kepada para kader partai, penggembira, golongan atau kelompok tertentu.
  3. Bantuan langsung. Yaitu pemberian dari calon tertentu untuk komunitas atau kelompok tertentu. Caranya, dengan mengirimkan proposal tertentu dengan menyebutkan jenis bantuan dan besaran yang diminta, jika proposal tersebut dikabulkan maka secara otomatis calon pemilih harus siap memberikan suaranya.

b. Berbentuk fasilitas umum 

Politik pencitraan dan tebar pesona lazim dilakukan oleh para calon untuk menarik simpati masyarakat didaerah pemilihannya. Hal ini tidak saja menguntungkan rakyat secara personal, namun fasilitas dan sarana umum juga kebagian berkah. Politik pencitraan dan tebar pesona melalui jariyah politis ini tidak hanya dilakukan oleh calon-calon yang baru, tetapi juga oleh para calon yang berniat maju kembali di daerah pemilihannya. Instrument yang dijadikan alat untuk menarik simpati masyarakat dengan menyediakan semen, pasir, besi, batu dan sebagainya. Fasilitas dan sarana umum yang biasa dijadikan Jariyah Politis, yaitu: Pembangunan Masjid, Mushalla, Madrasah, jalan-jalan kecil (gang-gang), dan sebagainya.

Sedangkan menurut Aspinall dan Sukmajati (2015), beberapa bentuk politik uang yang juga sering terjadi dalam pemilihan umum adalah sebagai berikut: 

  1. Pembelian suara (vote buying). Vote buying adalah pemberian imbalan materi (baik dalam bentuk uang ataupun barang) kepada seorang individu atau keluarga yang memiliki hak pilih pada hari dilaksanakannya pemungutan suara ataupun beberapa hari sebelumnya. Distribusi pembayaran uang tunai/barang dari kandidat kepada pemilih secara sistematis dilakukan beberapa hari menjelang pemilu yang disertai dengan harapan yang implisit bahwa para penerima akan membalasnya dengan memberikan suaranya bagi si pemberi.
  2. Pemberian-pemberian pribadi (individual gifts). Untuk mendukung pembelian suara yang sistematis, para kandidat sering kali memberikan berbagai bentuk pemberian pribadi kepada pemilih. Biasanya mereka melakukan praktik ini ketika bertemu dengan pemilih, baik ketika melakukan kunjungan ke rumah-rumah atau pada saat kampanye. Pemberian seperti ini sering kali dibahasakan sebagai perekat hubungan sosial. Kadang pemberian tersebut didistribusikan oleh tim kampanye. 
  3. Pelayanan dan aktivitas (services and activities). Seperti pemberian uang tunai dan materi lainnya, kandidat sering kali menyediakan atau membiayai beragam aktivitas dan pelayanan untuk pemilih. Bentuk aktivitas yang sangat umum adalah kampanye pada acara perayaan oleh komunitas tertentu. Contoh lain adalah penyelenggaraan pertandingan olahraga, turnamen catur atau domino, forum pengajian, demo masak dan lain-lain. Tidak sedikit juga kandidat juga membiayai beragam pelayanan untuk masyarakat, misalnya check up dan pelayanan kesehatan gratis, penyediaan ambulance dan lain-lain. 
  4. Barang-barang kelompok (club goods). Club goods didefinisikan sebagai praktik politik uang yang diberikan lebih untuk keuntungan bersama bagi kelompok sosial tertentu ketimbang bagi keuntungan individual. Sebagian besar dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu donasi untuk asosiasi-asosiasi komunitas dan donasi untuk komunitas yang tinggal di lingkungan perkotaan, pedesaan atau lingkungan lain. Kandidat melakukan kunjungan ke komunitas-komunitas tersebut disertai dengan barang atau keuntungan lainnya yang dibutuhkan komunitas tersebut. Misalnya perlengkapan ibadah, peralatan olahraga, peralatan pertanian, sound system dan lain-lain yang sejenis. 
  5. Proyek gentong babi (pork barrel projects). Berbeda dengan bentuk politik uang yang telah dijelaskan sebelumnya yang pada umumnya merupakan strategi para kandidat dalam rangka memenangkan suara secara privat (baik oleh kandidat atau donor dari pihak swasta). Bentuk pork barrel projects didefinisikan sebagai proyek-proyek pemerintah yang ditujukan untuk wilayah geografis tertentu. Kegiatan tersebut ditujukan kepada publik dan didanai dengan dana publik dengan harapan publik akan memberikan dukungan politik kepada kandidat tertentu.

Strategi Politik Uang 

Menurut Irawan (2015), terdapat dua macam strategi yang biasanya digunakan dalam menjalankan politik uang atau money politik, yaitu:

  1. Serangan fajar. Serangan fajar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk politik uang dalam rangka membeli suara yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang untuk memenangkan calon yang bakal menduduki posisi sebagai pemimpin politik. Serangan fajar umumnya menyasar kelompok masyarakat menengah ke bawah dan kerap terjadi menjelang pelaksanaan pemilihan umum. 
  2. Mobilisasi massa. Mobilisasi massa biasa terjadi pada saat kampanye yang melibatkan penggalangan massa dengan iming-imingan sejumlah uang untuk meramaikan kampanye yang diadakan oleh partai politik. Penggunaan uang biasanya untuk biaya transportasi, uang lelah serta uang makan, dengan harapan massa yang datang pada saat kampanye akan memilihnya kelak.

Tindak Pidana Politik Uang 

Ketentuan tindak pidana mengenai politik uang dicantumkan dalam Pasal 187A ayat (1) Undang-Undang No. 10 tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Faktor Penyebab Terjadinya Politik Uang 

Menurut Agustino (2009), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya politik uang atau money politic, antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Sudah tradisi 

Money politic bukanlah nilai-nilai yang diajarkan nenek moyang kita, tapi money politic seakan sudah mendarah daging dan jadi tradisi terutama bagi kelompok orang-orang yang banyak uang. Jika menengok dari sejarah, budaya money politic sudah sering ditemui sejak zaman kolonialisme dulu. Para penjajah menyuap pejabat-pejabat pribumi untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Kebiasaan buruk itu ternyata ditiru. Parahnya, malah keterusan hingga saat ini.

b. Haus kejayaan 

Manusia bisa saja silau dengan kejayaan mulai dari kekayaan, kekuasaan bahkan jabatan. Demi mendapatkannya orang-orang rela melakukan apa saja bahkan menempuh jalan belakang jika perlu, yaitu dengan memberikan sesuatu bisa berupa uang atau benda-benda lain agar niatnya dapat dilaksanakan. Tak jarang para calon kepala daerah sampai rela mengeluarkan uang banyak untuk membeli suara rakyat.

c. Lingkungan yang mendukung 

Bukan sebuah rahasia lagi jika praktik money politic atau suap-menyuap mulai dari institusi kecil sampai ke kalangan pejabat-pejabat tinggi negara adalah sebuah jaringan yang terorganisir. Lingkungan yang paling rentan terhadap kasus suap adalah pengadilan, tentu saja yang menjadi target suap adalah para hakim.

d. Hukum yang bisa dibeli 

Hukum di Indonesia adalah hukum yang bisa dibeli dengan uang. Bukan berarti hukumnya yang salah, tapi oknum-oknum penegaknya yang membuat hukum jadi tidak mempan bagi orang-orang yang banyak uang. Dengan menyuap para hakim atau bahkan para penjaga tentara dengan iming-iming sejumlah uang, maka para terdakwa bisa menikmati hidup mewah bahkan dipenjara sekalipun. Lebih-lebih masa hukuman dapat dipersingkat dan segera menghirup udara bebas.

e. Lemah iman 

Iman yang lemah otomatis akan membuat seseorang akan jauh dari Tuhan Yang Maha Esa. Hal itu merupakan faktor utama yang menyebabkan seseorang dengan mudah melakukan dan menerima suap. Mengesampingkan fakta bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah perbuatan dosa. Tidak ada rasa takut sama sekali akan perbuatan itu. Itulah kenapa budaya money politic masih saja langgeng di negeri ini.

f. Masyarakat miskin 

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi-memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kondisi miskin tersebut seperti memaksa dan menekan sebagian masyarakat untuk segera mendapat uang. Money politic pun menjadi ajang para rakyat untuk berebut uang. Mereka yang menerima uang terkadang tidak memikirkan konsekuensi yang akan diterima, yaitu tindakan suap dan jual beli suara yang jelas melanggar hukum.

g. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik 

Tidak semua orang tahu apa itu politik, bagaimana bentuknya, serta apa yang ditimbulkan dari politik. Itu semua biasa disebabkan karena tidak ada pembelajaran tentang politik di sekolah-sekolah atau masyarakatnya sendiri yang memang acuh terhadap politik di Indonesia. Sehingga ketika ada pesta politik seperti pemilu, masyarakat tersebut akan bersikap acuh dengan pemilu.

h. Kebudayaan 

Saling memberi dan jika mendapat rezeki tidak boleh ditolak, begitulah ungkapan yang nampaknya telah melekat dalam diri bangsa Indonesia. Uang dan segala bentuk politik uang dari peserta pemilu dianggap sebagai rezeki bagi masyarakat yang tidak boleh ditolak. Dan karena sudah diberi, secara otomatis masyarakat harus memberi sesuatu pula untuk peserta pemilu, yaitu dengan memilih, menjadi tim sukses, bahkan ikut menyukseskan politik uang demi memenangkan peserta pemilu tersebut. Hal itu semata-mata dilakukan sebagai ungkapan terima kasih dan rasa balas budi masyarakat terhadap caleg yang memberi uang.

Daftar Pustaka

  • Ismawan, Indra. 1999. Money Politics Pengaruh Uang dalam Pemilu. Yogyakarta: Media Presindo.
  • Ahmad, Ikhsan. 2015. Pilar Demokrasi Kelima. Yogyakarta: Budi Utama.
  • Juliansyah, Elvi. 2007. PILKADA: Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Bandung: Mandar Maju.
  • Abdullah Bin Abdul Muhsin. 2001. Jariimatur-Rasyati Fisy-Syarii’atil Islamiyyati (terj. Muchotob Hamzah dan Subakir Saerozi). Jakarta: Gema Insani.
  • Umam, Ahmad Khoirul. 2006. Kiai dan Budaya Korupsi di Indonesia. Semarang: Rasail.
  • Irawan, Dedi. 2015. Studi Tentang Politik Uang (Money Politic) dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014: Studi Kasus di Kelurahan Sempaja Selatan. Jurnal Ilmu Pemerintahan, Maret 2015.
  • Agustino, Leo. 2009. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Aspinall, Edward dan Sukmajati, Mada. 2015. Politik Uang di Indonesia. Yogyakarta: Polgov.
  • Zaman, Rambe Kamarul. 2016. Perjalanan Panjang Pilkada Serentak. Jakarta: Expose.
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama