Kebakaran adalah sebuah fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen yang menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida, karbondioksida, atau produk dan efek lain (Standar Nasional Indonesia/SNI).
Kebakaran merupakan api yang tidak terkendali dan tidak diinginkan oleh manusia. Kebakaran termasuk keadaan darurat yang dapat menimbulkan berbagai macam kerugian mulai dari manusia, harta benda, maupun produktivitas, dan kerugian sosial.
Menurut PERMEN PU No.26/PRT/M/2008 pasal 1, bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkan.
Kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsur segitiga api yang saling berhubungan, yaitu adanya bahan bakar, oksigen, dan sumber panas atau nyala. Pada umumnya kebakaran terjadi secara tidak terduga, namun dapat di kontrol atau dicegah dengan melepaskan satu dari tiga unsur segitiga api tersebut.
Kebakaran merupakan api yang tidak terkendali dan tidak diinginkan oleh manusia. Kebakaran termasuk keadaan darurat yang dapat menimbulkan berbagai macam kerugian mulai dari manusia, harta benda, maupun produktivitas, dan kerugian sosial.
Menurut PERMEN PU No.26/PRT/M/2008 pasal 1, bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkan.
Kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsur segitiga api yang saling berhubungan, yaitu adanya bahan bakar, oksigen, dan sumber panas atau nyala. Pada umumnya kebakaran terjadi secara tidak terduga, namun dapat di kontrol atau dicegah dengan melepaskan satu dari tiga unsur segitiga api tersebut.
Teori Terjadinya Api
a. Segitiga Api (Triangle of Fire)
Api tidak terjadi begitu saja namun terdapat suatu proses kimiawi antara unsur bahan bakar (fuel), oksigen (O2) dan panas yang dikenal dengan teori segitiga api.Berdasarkan teori segitiga api, kebakaran terjadi karena adanya tiga faktor yang menjadi unsur api, yaitu (Ramli, 2010):- Bahan bakar (fuel), meliputi bahan padat, cair, dan gas yang dapat terbakar dan tercampur dengan oksigen dari udara.
- Sumber panas (heat), yaitu pemicu kebakaran dengan energi yang cukup untuk menyalakan campuran antara bahan bakar dan oksigen dari udara.
- Oksigen, yaitu proses kebakaran tidak terjadi tanpa adanya udara atau oksigen.
b. Bidang Empat Api (Tetrahedron of Fire)
Kebakaran dapat juga terjadi karena ada tambahan unsur keempat yaitu reaksi berantai pada pembakaran sehingga dimensi segitiga api menjadi model baru yang disebut dengan bidang empat api atau yang sering disebut juga Tetrahedron of Fire. Berdasarkan teori bidang empat api, terdapat empat proses penyalaan api mulai dari tahap permulaan hingga menjadi besar, yaitu (Ramli, 2010):- Incipien Stage (Tahap Permulaan). Pada tahap ini tidak terlihat adanya asap, lidah api atau panas, tetapi terbentuk partikel pembakaran dalam jumlah yang signifikan selama periode tertentu.
- Smoldering Stage ( Tahap Membara). Partikel pembakaran telah bertambah membentuk apa yang kita lihat sebagai asap. Masih belum ada nyala api atau panas yang signifikan.
- Flame Stage. Tercapai titik nyala dan mulai terbentuk lidah api. Jumlah asap mulai berkurang sedangkan panas meningkat.
- Heat Stage. Pada tahap ini terbentuk panas, lidah api, asap dan gas beracun dalam jumlah besar. Transisi dari flame stage ke heat stage biasanya sangat cepat seolah-olah menjadi satu dalam fase sendiri.
Jenis-jenis Kebakaran
Menurut PERMEN Tenaga Kerja No.PER.04/MEN/1980 pasal 2, kebakaran diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:- Kebakaran Golongan A. Kebakaran bahan padat kecuali logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan sendirinya. Sifat utama dari kebakaran benda padat adalah bahan-bakarnya tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas baik sekali. Misalnya : karet, kertas, kayu, plastic.
- Kebakaran Golongan B. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar. Misalnya : solvent, pelumas, produk minyak bumi, pengencer cat, bensin, dan cairan yang mudah terbakar lainnya.
- Kebakaran Golongan C. Kebakaran dari instalasi listrik dan listrik itu sendiri bertegangan.
- Kebakaran Golongan D. Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium, sodium, lithium, dan potassium.
Tahap-tahap Kebakaran
Proses terjadinya kebakaran pada gedung atau ruang tertutup terbagi menjadi lima tahap, yaitu sebagai berikut (Tanubrata, 2006):a. Tahap Penyalaan
Tahap ini ditandai dengan munculnya api dalam ruangan. Proses timbulnya api dalam ruangan ini disebabkan oleh adanya energi panas yang mengenai material yang dapat terbakar dalam ruang, misalnya: ledakan kompor, tabung gas, hubungan singkat arus listrik, puntung rokok membara, dll. Akibat dan gejala yang ditimbulkannya masih relatif kecil sehingga kejadian pada tahap ini seringkali tidak diketahui.b. Tahap Pertumbuhan (Growth Period)
Setelah tahap penyalaan, api mulai berkembang sebagai fungsi dari bahan bakar, dengan sedikit atau tanpa pengaruh dari ruangan. Udara yang ada di dalam ruangan masih cukup untuk mensuplai pembakaran. Jika material yang terbakar masih cukup banyak dan pertumbuhan api berlangsung terus, sehingga menyebabkan temperatur ruangan naik. Keadaan demikian ini disebut api dikendalikan bahan bakar. Pada tahap ini api masih teralokasi dan temperatur ruangan masih relatif rendah, di bawah 300 derajat C. Tahap pertumbuhan ini merupakan tahap yang paling baik untuk evakuasi penghuni dan sensor-sensor pencegah kebakaran harus sudah bekerja. Asap dan gas-gas beracun masih sedikit, sehingga ruangan masih cukup aman bagi tindakan evakuasi. Upaya pengendalian kebakaran sebaiknya dilakukan pada tahap ini, oleh karena selepas flashover api susah dikendalikan.c. Tahap Flashover
Flashover secara umum didefinisikan sebagai masa transisi antara tahap pertumbuhan dengan tahap pembakaran penuh. Proses berlangsungnya sendiri sangat cepat, berkisar 300-600 derajat C. Munculnya flashover disebabkan oleh adanya ketidakstabilan panas di dalam ruangan. Beberapa kriteria kapan terjadinya flashover yaitu:- Saat lidah api (flame) menyentuh langit-langit.
- Saat lidah api (flame) mulai menjulur keluar bukaan.
- Saat temperatur lapis atas ruangan mencapai 300-600 derajat C.
- Saat timbul tingkat radiasi kritis pada lantai ruangan yang besarnya 2 cm2.
d. Tahap Pembakaran Penuh (Fully Developed Fire)
Pada tahap ini kalor yang dilepaskan (heat release) adalah yang paling besar, karena kebakaran terjadi di seluruh ruangan. Seluruh material dalam ruang terbakar, sehingga temperatur dalam ruang menjadi sangat tinggi, mencapai 1200 derajat C. Pada tahap ini perkembangan api sangat dipengaruhi oleh dimensi dan bentuk ruangan, terutama lebar bukaan, karena udara dalam ruangan sendiri sudah tidak mampu menyuplai pembakaran sepenuhnya. Kondisi demikian biasa disebut sebagai api yang dikendalikan oleh ventilasi. Akibat yang mungkin timbul adalah rusaknya elemen-elemen akibat thermal stress, kerusakan pada komponen struktur pendukung, kemudian runtuhnya bangunan.e. Tahap Surut (Decay)
Tahap surut tercapai bila material terbakar sudah habis dan temperatur ruangan berangsur turun. Selain penurunan temperatur, ciri lain tahap ini adalah turunnya laju pembakaran. Pada tahap ini perkembangan api kembali sebagai fungsi dari material yang terbakar. Semakin menyusut bahan-bahan yang dapat terbakar dalam ruangan semakin api surut.Prosedur dan Metode Pemadaman Kebakaran
Prosedur penanggulangan kebakaran wajib disusun oleh instansi kerja yang kemudian harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja. Kewajiban penyusunan prosedur penanggulangan kebakaran dijelaskan pada KEPMENAKER No.186/MEN/1999, bahwa kewajiban pengurus atau perusahaan yaitu memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi tempat kerja yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan atau tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat. Adapun metode pemadaman kebakaran menurut NFPA (1991) adalah sebagai berikut (Triasbudi, 1998):a. Pendinginan (Cooling)
Suatu kebakaran dapat dipadamkan dengan mendinginkan permukaan dan bahan terbakar dengan menggunakan bahan semprotan air sampai mencapai suhu di bawah titiknya. Pendinginan permukaan dan minyak yang terbakar akan menghentikan proses terbentuknya uap. Bila penguapan dapat dihentikan, kebakaran akan berakhir.b. Penyelimutan (Smothering)
Suatu kebakaran dibatasi dengan memutus hubungannya dengan oksigen atau udara yang diperlukan dalam terjadinya proses kebakaran. Menyelimuti bagian yang terbakar dengan CO2 atau busa akan menghentikan suplai udara.c. Pemisahan bahan yang terbakar
Suatu kebakaran dari bahan yang terbakar dapat dipisahkan dengan jalan menutup aliran yang menuju ke tempat kebakaran atau menghentikan suplai bahan bakar yang dapat terbakar.d. Memutus rantai reaksi
Pemutusan rantai reaksi pembakaran ini dapat dilakukan secara fisik, kimia atau kombinasi fisika-kimia. Secara fisik, nyala api dapat dipadamkan dengan peledakan bahan peledak di tengah-tengah kebakaran. Secara kimia, pemadaman nyala api dapat dilakukan dengan pemakaian bahan-bahan yang dapat menyerap hidroksit (OH) dari rangkaian rantai reaksi pembakaran.Daftar Pustaka
- Ramli, Soehatman. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (fire management). Jakarta: Dian Rakyat.
- Tanubrata, M. 2006. Perencanaan Bangunan Terhadap Api. Yogyakarta: Universitas Teknologi Yogyakarta.
- Triasbudi, Heny. 1998. Dalam Sifat-Sifat dan Dinamika Api. Jakarta: Direktorat Pengolahan PERTAMINA.