Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan terutama pada tangkai batang, dahan dan semua bahagian berkayu dari jaringan tumbuhan.
Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam, tetapi selalu berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin, pectin, hemiselulosa, dan xilan. Di dalam tumbuhan molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril yang terdiri atas beberapa molekul paralel yang dihubungkan oleh ikatan glikosidik sehingga sulit diuraikan (Fitriani, 2003).
Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai serat padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan asam dan amonia. Payen mengamati bahwa bahan yang telah dimurnikan mengandung satu jenis senyawa kimia yang seragam, yaitu karbohidrat. Hal ini berdasarkan residu glukosa yang mirip dengan pati (Brown dan Saxena, 2007).
Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan ß-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple, 2003).
Selulosa mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi berkisar antara 50.000 hingga 2,5 juta bergantung pada sumbernya. Ukuran panjang rantai molekul selulosa dinyatakan sebagai derajat polimerasi (DP) (Fengel dan Wegener, 1984).
Ester selulosa banyak digunakan sebagai serat dan plastik, sedangkan eter selulosa sebagai pengikat dan bahan tambahan untuk mortir khusus atau kimia khusus untuk bangunan dan konstruksi juga stabilisator viskositas pada cat, makanan, produk farmasetik, dan lain-lain. Selulosa juga merupakan bahan dasar dalam pembuatan kertas. Seratnya mempunyai kekuatan dan durabilitas yang tinggi. Jika dibasahi dengan air, menunjukkan pengembangan ketika jenuh, dan juga higroskopis. Bahkan dalam keadaan basah, serat selulosa alami tidak kehilangan kekuatannya. Turunan selulosa telah digunakan secara luas dalam sediaan farmasi seperti etil selulosa, metil selulosa, karboksimetil selulosa, dan dalam bentuk lainnya yang digunakan dalam sediaan oral, topikal, dan injeksi (Zugenmaier, 2008).
Dengan adanya ikatan hidrogen serta gaya van der Waals yang terbentuk, maka struktur selulosa dapat tersusun secara teratur dan membentuk daerah kristalin. Di samping itu, juga terbentuk rangkaian struktur yang tidak tersusun secara teratur yang akan membentuk daerah nonkristalin atau amorf. Semakin tinggi packing density-nya maka selulosa akan berbentuk kristal, sedangkan semakin rendah packing density maka selulosa akan berbentuk amorf.
Derajat kristalinitas selulosa dipengaruhi oleh sumber dan perlakuan yang diberikan. Rantai-rantai selulosa akan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk mikrofibril, bagian kristalin akan bergabung dengan bagian nonkristalin. Mikrofibril-mikrofibril akan bergabung membentuk fibril, selanjutnya gabungan fibril akan membentuk serat.
Berikut beberapa sifat lain dari selulosa, yaitu:
Sumber lain selulosa adalah hasil biosintesis selulosa oleh mikroorganismeseperti bakteri, alga, dan jamur. Alga dan jamur menghasilkan selulosa melalui sintesis in vitro secara enzimatik dari selobiosil fluorida, dan kemosintesis dari glukosa dengan pembukaan cincin polimerisasi turunan benzil dan pivaloyl. Dari ketiga mikroorganisme tersebut, hanya spesies Acetobacter xylinum yang diketahui dapat menghasilkan selulosa dalam jumlah besar. Sumber selulosa lain adalah dari hewan, yang disebut tunicin atau selulosa hewan karena diperoleh dari organisme bahari tertentu dari kelas Tunicata (Gea, 2010).
Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam, tetapi selalu berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin, pectin, hemiselulosa, dan xilan. Di dalam tumbuhan molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril yang terdiri atas beberapa molekul paralel yang dihubungkan oleh ikatan glikosidik sehingga sulit diuraikan (Fitriani, 2003).
Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai serat padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan asam dan amonia. Payen mengamati bahwa bahan yang telah dimurnikan mengandung satu jenis senyawa kimia yang seragam, yaitu karbohidrat. Hal ini berdasarkan residu glukosa yang mirip dengan pati (Brown dan Saxena, 2007).
Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan ß-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan (Holtzapple, 2003).
Selulosa mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi berkisar antara 50.000 hingga 2,5 juta bergantung pada sumbernya. Ukuran panjang rantai molekul selulosa dinyatakan sebagai derajat polimerasi (DP) (Fengel dan Wegener, 1984).
Ester selulosa banyak digunakan sebagai serat dan plastik, sedangkan eter selulosa sebagai pengikat dan bahan tambahan untuk mortir khusus atau kimia khusus untuk bangunan dan konstruksi juga stabilisator viskositas pada cat, makanan, produk farmasetik, dan lain-lain. Selulosa juga merupakan bahan dasar dalam pembuatan kertas. Seratnya mempunyai kekuatan dan durabilitas yang tinggi. Jika dibasahi dengan air, menunjukkan pengembangan ketika jenuh, dan juga higroskopis. Bahkan dalam keadaan basah, serat selulosa alami tidak kehilangan kekuatannya. Turunan selulosa telah digunakan secara luas dalam sediaan farmasi seperti etil selulosa, metil selulosa, karboksimetil selulosa, dan dalam bentuk lainnya yang digunakan dalam sediaan oral, topikal, dan injeksi (Zugenmaier, 2008).
Jenis-jenis Selulosa
Menurut Nuringtyas (2010), terdapat tiga jenis selulosa berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH), yaitu sebagai berikut:a. Selulosa α (Alpha Cellulose)
Selulosa α adalah jenis selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 - 1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak, sedangkan selulosa kualitas di-bawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang/kain. Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu bahannya.b. Selulosa ß (Betha Cellulose)
Selulosa ß adalah jenis selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat mengendap bila dinetralkan.c. Selulosa γ (Gamma cellulose)
Selulosa γ adalah Selulosa yang sama dengan selulosa ß, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15.Struktur Selulosa
Selulosa memiliki struktur yang unik karena kecenderungannya membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Ikatan hidrogen intramolekular terbentuk antara:Ikatan Hidrogen Intra dan Antar Rantai Selulosa |
- Gugus hidroksil C3 pada unit glukosa dan atom O cincin piranosa yang terdapat pada unit glukosa terdekat.
- Gugus hidroksil pada C2 dan atom O pada C6 unit glukosa tetangganya. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk antara gugus hidroksil C6 dan atom O pada C3 di sepanjang sumbu b.
Model Fibril Struktur Supramolekul Selulosa |
Derajat kristalinitas selulosa dipengaruhi oleh sumber dan perlakuan yang diberikan. Rantai-rantai selulosa akan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk mikrofibril, bagian kristalin akan bergabung dengan bagian nonkristalin. Mikrofibril-mikrofibril akan bergabung membentuk fibril, selanjutnya gabungan fibril akan membentuk serat.
Sifat-Sifat Selulosa
Menurut Fengel dan Wegener (1984), sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis.Berikut beberapa sifat lain dari selulosa, yaitu:
- Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia maupun secara mekanis sehingga berat molekulnya menurun.
- Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan alkali.
- Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi air disini adalah sebagai pelunak.
- Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan bentuk amorfnya.
- Memiliki kekuatan tarik yang tinggi.
- Mampu membentuk jaringan.
- Tidak mudah larut dalam air, alkali dan pelarut organik.
- Relatif tidak berwarna.
- Memiliki kemampuan mengikat yang lebih kuat.
Sumber-sumber Selulosa
Selulosa dalam serat tanaman bervariasi menurut sumbernya dan biasanya berkaitan dengan bahan-bahan seperti air, lilin, pektin, protein, lignin dan substansi-substansi mineral. Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah senyawa kimia yang terdapat dalam beberapa bahan yang mengandung selulosa (Zugenmaier, 2008).Sumber lain selulosa adalah hasil biosintesis selulosa oleh mikroorganismeseperti bakteri, alga, dan jamur. Alga dan jamur menghasilkan selulosa melalui sintesis in vitro secara enzimatik dari selobiosil fluorida, dan kemosintesis dari glukosa dengan pembukaan cincin polimerisasi turunan benzil dan pivaloyl. Dari ketiga mikroorganisme tersebut, hanya spesies Acetobacter xylinum yang diketahui dapat menghasilkan selulosa dalam jumlah besar. Sumber selulosa lain adalah dari hewan, yang disebut tunicin atau selulosa hewan karena diperoleh dari organisme bahari tertentu dari kelas Tunicata (Gea, 2010).
Daftar Pustaka
- Fitriani, E. 2003. Skripsi: Aktivitas Enzim Karboksilmetil Selulase Bacillus pumilus Galur 55 pada Berbagai suhu Inkubasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
- Brown, R.M.Jr dan Saxena, I.M. 2007. Cellulose: Molecular and StructureBiology. Dordrecht: Springer.
- Holtzapple, M.T. 2003. Hemicelluloses. In Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition. Academic Press.
- Fengel G, dan Wegener G. 1984. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Berlin: Walter de Gruyter.
- Zugenmaier, P. 2008. Crystalline Cellulose and Derivatives. Jerman: Springer-Verlag.
- Nuringtyas, Tri Rini. 2010. Karbohidrat. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.
- Harsini, T dan Susilowati. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Dari Limbah Perkebunan Kakao Sebagai Bahan Baku Pulp Dengan Proses Organosolv. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.2 No. 2.
- Gea, S. 2010. Innovative Bio-nanocomposites Base on Bacterial Cellulose. London: Queen MaryUniversity.