Financial Distress atau kesulitan keuangan adalah suatu kondisi keuangan perusahaan sedang dalam masalah, krisis atau tidak sehat yang terjadi sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan. Financial distress terjadi ketika perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban debitur karena mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya lagi.
Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mengalami penurunan dalam pertumbuhan, kemampulabaan, dan aset tetap, serta peningkatan dalam tingkatan persediaan relatif terhadap perusahaan yang sehat (Kahya dan Theodossiou, 1999).
Financial Distress juga ditandai dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas produk yang menurun, dan penundaan pembayaran tagihan dari bank. Apabila kondisi financial distress ini diketahui, diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan masuk pada tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan ataupun likuidasi.
Berikut ini beberapa pengertian financial distress dari beberapa sumber buku:
Sedangkan menurut Hanafi (2004), penyebab kesulitan keuangan atau financial distress dijelaskan dalam tabel di bawah ini:
Selain itu, menurut Hanafi (2004), terdapat beberapa penyebab lain terjadinya kesulitan keuangan khususnya pada kelompok usaha kecil, yaitu sebagai berikut:
Rumus untuk menghitung Nilai Z-Score untuk Model Altman’s Z-score yaitu:
Keterangan:
Xl = (Aktiva lancar – utang lancar)/Total Aset
X2 = Laba yang ditahan/Total Aset
X3 = Laba sebelum bunga dan pajak/Total Aset
X4 = Nilai pasar saham biasa da preferen/Nilai buku total utang
X5 = Penjualan/Total Aset Zi = Nilai Z-Score
Nilai cut-off adalah Z < 1,81 perusahaan masuk kategori bangkrut; 1,81 < Z-Score < 2,99 perusahaan masuk wilayah abu-abu (grey area atau zone of ignorance) atau daerah rawan dan Z >2,99 perusahaan tidak bangkrut.
Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mengalami penurunan dalam pertumbuhan, kemampulabaan, dan aset tetap, serta peningkatan dalam tingkatan persediaan relatif terhadap perusahaan yang sehat (Kahya dan Theodossiou, 1999).
Financial Distress juga ditandai dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas produk yang menurun, dan penundaan pembayaran tagihan dari bank. Apabila kondisi financial distress ini diketahui, diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan masuk pada tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan ataupun likuidasi.
Berikut ini beberapa pengertian financial distress dari beberapa sumber buku:
- Menurut Brigham dan Daves (2003), kesulitan keuangan (financial distress) dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya.
- Menurut Darsono dan Ashari (2005), Financial distress atau kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan.
- Menurut Platt dan Platt (2002), Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.
- Menurut Gamayuni (2011), financial distress adalah keadaan kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin merupakan awal dari terjadinya kebangkrutan.
Jenis dan Kategori Financial Distress
Menurut Gamayuni (2011), terdapat lima bentuk kesulitan keuangan atau financial distress, yaitu sebagai berikut:- Economic failure. Suatu keadaan pendapatan perusahaan tidak dapat menutup total biaya perusahaan, termasuk biaya modal.
- Business failure. Suatu keadaan perusahaan menghentikan kegiatan operasional dengan tujuan mengurangi (akibat) kerugian bagi kreditor.
- Technical insolvency. Suatu keadaan perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban yang jatuh tempo.
- Insolvency in bankruptcy. Suatu keadaan nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar aset perusahaan.
- Legal bankruptcy. Suatu keadaan perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum.
a. Financial distress kategori A (sangat tinggi dan benar-benar membahayakan)
Kategori ini memungkinkan perusahaan dinyatakan untuk berada di posisi bangkrut atau pailit. Pada kategori ini memungkinkan pihak perusahaan melaporkan ke pihak terkait seperti pengadilan bahwa perusahaan telah berada dalam posisi bankruptcy (pailit). Dan menyerahkan berbagai urusan untuk ditangani oleh pihak luar perusahaan.b. Financial distress kategori B (tinggi dan dianggap berbahaya)
Pada posisi ini perusahaan harus memikirkan berbagai solusi realistis dalam menyelamatkan berbagai aset yang dimiliki, seperti sumber-sumber aset yang ingin dijual dan tidak dijual/dipertahankan. Termasuk memikirkan berbagai dampak jika dilaksanakan keputusan merger (penggabungan) dan akuisisi (pengambilalihan). Salah satu dampak yang sangat nyata terlihat pada posisi ini adalah perusahaan mulai melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan pensiun dini pada beberapa karyawannya yang dianggap tidak layak (infeasible) lagi untuk dipertahankan.c. Financial distress kategori C (sedang dan dianggap masih bisa menyelamatkan diri)
Pada kondisi ini perusahaan sudah harus melakukan perombakan berbagai kebijakan dan konsep manajemen yang diterapkan selama ini, bahkan jika perlu melakukan perekrutan tenaga ahli baru yang dimiliki kompetensi yang tinggi untuk ditempatkan di posisi-posisi strategis yang bertugas mengendalikan dan menyelamatkan perusahaan, termasuk target dalam menggenjot perolehan laba kembali.d. Financial distress kategori D (rendah)
Pada kategori ini perusahaan dianggap hanya mengalami fluktuasi finansial temporer yang disebabkan oleh berbagai kondisi eksternal dan internal, termasuk lahirnya dan dilaksanakan keputusan yang kurang begitu tepat.Penyebab Financial Distress
Menurut Fachrudin (2008), penyebab kesulitan keuangan atau financial distress dijelaskan dalam Trinitas Penyebab kesulitan keuangan, yaitu sebagai berikut:a. Neoclassical model
Financial distress dan kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya di dalam perusahaan tidak tepat. Manajemen yang kurang bisa mengalokasikan sumber daya (aset) yang ada di perusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan.b. Financial model
Pencampuran aset benar tetapi struktur keuangan salah dengan liquidity constraints. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek.c. Corporate governance model
Menurut model ini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidak-efisien ini mendorong perusahaan menjadi Olt of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan.Sedangkan menurut Hanafi (2004), penyebab kesulitan keuangan atau financial distress dijelaskan dalam tabel di bawah ini:
Selain itu, menurut Hanafi (2004), terdapat beberapa penyebab lain terjadinya kesulitan keuangan khususnya pada kelompok usaha kecil, yaitu sebagai berikut:
a. Struktur permodalan yang kurang
- Kekurangan modal untuk membeli barang modal dan peralatan.
- Kekurangan modal untuk memanfaatkan barang persediaan yang dijual dengan potongan kuantitas, atau jenis potongan lainnya.
b. Menggunakan peralatan dan metode bisnis yang ketinggalan jaman
- Gagal menerapkan pengendalian persediaan.
- Tidak dapat melakukan pengendalian kredit.
- Kurang memadainya catatan akuntansi.
c. Ketiadaan perencanaan bisnis
- Ketidakmampuan mendeteksi dan memahami perubahan pasar.
- Ketidakmampuan memahami perubahan kondisi ekonomi.
- Tidak menyiapkan rencana untuk situasi darurat atau di luar dugaan.
- Ketidakmampuan mengantisipasi dan merencanakan kebutuhan keuangan.
d. Kualifikasi pribadi
- Kurangnya pengetahuan bisnis.
- Tidak ingin bekerja terlalu keras.
- Tidak ingin mendelegasikan tugas dan wewenang.
- Ketidakmampuan memelihara hubungan baik dengan konsumen.
Cara Memprediksi Financial Distress
Menurut Syaryadi (2012), Altman’s Z-score atau Altman Bankrupty Prediction Model Z-score adalah model yang memberikan rumus untuk menilai kapan perusahaan akan bangkrut. Dengan menggunakan rumus yang diisi (interplasi) dengan rasio keuangan maka akan diketahui angka tertentu yang ada menjadi bahan untuk memprediksi kapan kemungkinan perusahaan akan bangkrut.Rumus untuk menghitung Nilai Z-Score untuk Model Altman’s Z-score yaitu:
Keterangan:
Xl = (Aktiva lancar – utang lancar)/Total Aset
X2 = Laba yang ditahan/Total Aset
X3 = Laba sebelum bunga dan pajak/Total Aset
X4 = Nilai pasar saham biasa da preferen/Nilai buku total utang
X5 = Penjualan/Total Aset Zi = Nilai Z-Score
Nilai cut-off adalah Z < 1,81 perusahaan masuk kategori bangkrut; 1,81 < Z-Score < 2,99 perusahaan masuk wilayah abu-abu (grey area atau zone of ignorance) atau daerah rawan dan Z >2,99 perusahaan tidak bangkrut.
Daftar Pustaka
- Kahya, E. & Theodossiou, P. 1999. Predicting Corporate Financial Distress: a Time-Series CUSUM Methodology. Review of Quantitative Finance and Accounting.
- Brigham, E.F. & Daves, P.R. 2003. Intermediate Financial Management with Thomson One. United States of America: Cengage South-Western.
- Darsono dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Yogyakarta: Andi.
- Platt, H. & Platt,M.B. 2002. Predicting Financial Distress. Journal of Financial Service Professionals.
- Gamayuni, R. R. 2011. Analisis Ketepatan Model Altman Sebagai Alat Untuk Memprediksi Kebangkrutan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, vol. 16 No.2.
- Fahmi, Irham. 2011. Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta.
- Fachrudin, Khaira Amalia. 2008. Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Personal. Medan: USU Press.
- Hanafi, Mamduh M dan Abdul Halim. 2004. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
- Syaryadi, Fikri. 2012. Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Financial Distress Perusahaan Industry Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jakarta: Digilib.polsri.ac.id.