Agropolitan adalah kota yang berada di kawasan lahan pertanian
yang tumbuh dan berkembang karena adanya sistem dan usaha agribisnis.
Berdasarkan asal katanya, Agropolitan terdiri dari kata agro yang artinya
pertanian dan politan (polis) yang berarti kota.
Menurut Mahi (2014:1), agropolitan adalah suatu konsep
pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat bawah yang tujuannya tidak hanya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga mengembangkan segala aspek kehidupan
sosial (pendidikan, kesehatan, seni-budaya, politik, pertahanan-keamanan,
kehidupan beragama, kepemudaan, dan pemberdayaan pemuda dan kaum perempuan).
Pengertian agropolitan dalam Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan
pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan
sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan
hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan Agrobisnis.
Pengertian agropolitan secara rinci dijelaskan oleh Rustiadi
dan Pranoto (2007), yaitu sebagai berikut:
- Model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah perdesaan, sehingga mendorong urbanisasi (peng-kotaan dalam arti positif).
- Bisa menanggulangi dampak negatif pembangunan seperti migrasi desa-kota yang tidak terkendali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran masif sumber daya alam, pemiskinan desa, dan lain-lain.
Kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) terdiri dari kota
pertanian dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada disekitarnya dengan
batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administratif pemerintahan, tetapi
lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi kawasan yang ada.
Pengelolaan ruang dimaknakan sebagai kegiatan pengaturan, pengendalian,
pengawasan, evaluasi, penertiban dan peninjauan kembali atas pemanfaatan ruang
kawasan sentra produksi pangan (agropolitan).
Ciri Kawasan Agropolitan
Ciri-ciri kawasan agropolitan yang sudah berkembang adalah
sebagai berikut:
- Sebagian besar kegiatan masyarakat didominasi oleh kegiatan pertanian dan atau agribisnis dalam suatu sistem yang utuh dan terintegrasi, terdiri atas: Subsistem agribisnis hulu (mesin, peralatan pertanian pupuk, dan lain-lain), Subsistem usaha tani/pertanian primer (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan peternakan, dan kehutanan), Subsistem agribisnis hilir (industri pengolahan dan pemasaran, termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor) dan Subsistem jasa-jasa penunjang (perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah).
- Adanya keterkaitan antara kota dengan desa (urban-rural linkages) yang bersifat interdependensi/timbal balik dan saling membutuhkan. Kawasan pertanian di perdesaan mengembangkan usaha budi daya (on farm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budi daya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian antara lain: modal, teknologi, informasi, peralatan pertanian dan lain sebagainya.
- Kegiatan masyarakat di dalamnya termasuk usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.
- Kehidupan di kawasan agropolitan sama dengan suasana kehidupan di perkotaan, karena prasarana dan infrastruktur yang ada di kawasan agropolitan diusahakan tidak jauh berbeda dengan di kota.
Persyaratan Kawasan Agropolitan
Kawasan Agropolitan merupakan konsep pengembangan kawasan yang
memiliki peranan penting di dalam menumbuhkan perekonomian suatu daerah,
khususnya di Kawasan Pertanian. Namun untuk menjadi suatu kawasan Agopolitan
terdapat berbagai aspek yang menjadi pertimbangan bagi suatu kawasan untuk
menjadi kawasan Agropolitan.
Berdasarkan Peratuan Menteri Pertanian No. 41 Tahun 2009
Tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian, syarat kawasan agropolitan
adalah sebagai berikut:
- Lokasi mengacu pada RT/RW provinsi dan kabupaten/kota, dan mengacu pada kesesuaian lahan baik pada lahan basah maupun lahan kering.
- Pengembangan komoditas tanaman pangan pada lahan gambut mengacu pada kelas kesesuaian lahan gambut yang telah berlaku.
- Dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan atau masyarakat sesuai dengan biofisik dan sosial ekonomi dan lingkungan.
- Berbasis komoditas tanaman pangan nasional dan daerah dan, atau komoditas lokal yang mengacu pada kesesuaian lahan.
- Dapat diintegrasikan dengan komoditas lainnya.
- Kawasan pertanian pangan pada lahan basah yang telah diusahakan secara terus menerus tanpa melakukan alih komoditas yang mencakup satu atau lebih dan 7 (tujuh) komoditas utama.
- Kawasan pertanian pangan pada lahan kering yang telah diusahakan secara terus menerus di musim hujan tanpa melakukan alih komoditas yang mencakup satu atau lebih dan 7 (tujuh) komoditas utama tanaman pangan.
Sistem Kawasan Agropolitan
Kawasan agropolitan terdiri dari beberapa bagian, yaitu sebagai
berikut:
- Kawasan lahan pertanian (hinterland). Berupa kawasan pengolahan dan kegiatan pertanian, mencakup kegiatan pembenihan, budidaya dan pengelolaan pertanian. Penentuan hiterland berupa kecamatan/desa didasarkan atas jarak capai/radius keterikatan dan ketergantungan kecamatan/desa tersebut pada kawasan agropolitan di bidang ekonomi dan bidang pelayanan lain.
- Kawasan permukiman. Berupa kawasan tempat bermukimnya petani dan penduduk kawasan agropolitan.
- Kawasan pengolahan dan industri. Berupa kawasan tempat penyeleksian dan pengolahan hasil pertanian sebelum dipasarkan dan dikirim ke terminal agribisnis/pasar, atau diperdagangkan. Di kawasan ini terdapat pergudangan dan industri yang mengolah langsung hasil pertanian menjadi produk jadi.
- Kawasan pusat prasarana dan pelayanan umum. Berupa pasar, kawasan perdagangan, lembaga keuangan, terminal agribisnis dan pusat pelayanan umum lainnya.
- Keterkaitan antara kawasan agropolitan dengan kawasan lainnya, seperti : kawasan permukiman, kawasan industri, dan kawasan konservasi alam.
Daftar Pustaka
- Mahi, A.K. 2013. Survei Tanah, Evaluasi dan Perencanaan Penggunaan Lahan. Bandarlampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
- Rustiadi, Ernan dan Pranoto, Sugimin. 2007. Agropolitan, membangun ekonomi perdesaan. Bogor: Crestpent Press.